Sunday, March 6, 2022

Kisah Penemuan Kutu Putih Pepaya di Bogor

Oleh: Aunu Rauf

Penemuan kutu putih pepaya berawal dari kunjungan Tim IPM-CRSP/USAID ke Kebun Raya Bogor pada tanggal 29 Mei 2008. Tim terdiri dari Dr. R. Muniappan (RM) (Virginia Tech.), Dr. M. Shepard, Dr. G. Carner, Dr. M. Hammig (Clemson University), Dr. Yulu Xia (North Carolina State University), Dr. Aunu Rauf (AR) (IPB), dan Dr. Bob Hedlund (USAID-Washington). Memang sejak tahun 2006, IPB bersama Unsrat-Manado dan UPLB-Los Banos terlibat dalam proyek Ecologically Based IPM in Southeast Asia yang bernaung di bawah program IPM-CRSP yang didanai USAID.

Kunjungan tadi dilakukan sekedar untuk menghilangkan penat, setelah beberapa hari sebelumnya rombongan disibukkan dengan kunjungan ke berbagai kelompok tani sayuran di daerah Puncak yang terlibat dalam kegiatan program pengelolaan hama terpadu (PHT) (Gambar 1).

Kelompok tani sayuran di Puncak
Gambar 1. Tim IPM-CRSP/USAID sedang mengunjungi salah satu kelompok tani sayuran (Foto: Aunu Rauf)

Proses penemuan dan identifikasi

Di Kebun Raya, setelah Tim berkeliling kesana-sini melihat berbagai koleksi tumbuhan yang ada, sampailah di sebuah rumah kaca tua. Di dalamnya tumbuh satu batang pohon pepaya dengan buah yang permukaannya penuh diselimuti lapisan berwarna putih (Gambar 2). 
Kutu putih yang menyerang buah pepaya
Gambar 2. Buah pepaya yang terserang kutu putih (Foto: R. Muniappan)

Tidak jelas mengapa ada pohon pepaya tumbuh di rumah kaca. Hanya satu pohon, mungkin tumbuh sendiri. Karena gejala pada buah semacam itu tidak pernah djumpai sebelumnya, maka dengan seizin petugas, buah yang terserang tadi dipetik dan dibawa oleh AR ke laboratorium hama di Kampus IPB Darmaga. RM, yang sangat tertarik dengan temuan kutu ini, juga ikut serta ke kampus Darmaga. Karena sudah terlalu sore, anggota Tim lainnya langsung kembali ke tempat menginap di Crawford Lodge yang terletak di ujung Jalan Pangrango.

AR dan RM tiba di laboratorium menjelang magrib. Beruntung Bu Dewi (Dr. Dewi Sartiami) dan Bu Nina (Dr. Nina Maryana) masih ada di laboratorium. Selepas sholat isya, keduanya membantu menyiapkan spesimen kutu putih untuk dibawa oleh RM yang keesokan harinya kebetulan akan pulang ke AS. Singkat cerita, setibanya spesimen serangga tadi di Virginia, tempat RM berdomisili, lalu seterusnya dikirim melalui layanan DHL ke alamat pakar taksonomi kutu putih, Dr. Gillian Watson (GW), yang bekerja di Plant Pest Diagnostic Center, California Department of Food and Agriculture, USA.

Dua minggu kemudian AR mendapat berita dari RM bahwa kutu putih yang menyerang pepaya di Bogor itu adalah Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Namun demikian, GW mendapati bahwa sebagian besar dari spesimen kutu tersebut tubuhnya dipenuhi hifa cendawan sehingga sebagian karakter penting untuk identifikasi tidak tampak jelas. GW pun meminta dikirim ulang spesimen yang lebih segar untuk kepastian identifikasinya. 

AR kemudian mengumpulkan sampel dari lapangan dan selanjutnya dimasukkan ke dalam vial berisi alkohol 76%. Spesimen lalu dikirim langsung ke alamat GW di California, melalui layanan EMS di Kantor Pos Juanda-Bogor. Sesuai saran GW pada bagian luar kotak parsel ditulis "Dead insects for scientific study, value US$ 0.00". Sekitar dua minggu kemudian, GW mengirim email memberitahukan dan mengonfirmasikan tentang keberadaan P. marginatus di Indonesia. Ia juga menambahkan bahwa kehadiran kutu P. marginatus di Bogor merupakan penemuan pertama tersebarnya hama ini di Asia.

Tidak diketahui dengan pasti kapan hama ini masuk ke Indonesia. Tetapi beberapa bulan sebelumnya, seorang blogger dari Bogor bernama Nandi pada Desember 2007 menulis sebagai berikut: 

Rumah saya sepertinya sedang terkena serangan hama kutu putih ! pertama2 yg diserang adalah pohon pepaya saya (untuk pohon ini kutu putih berkolaborasi dgn ulat putih), pohon yg tadinya segar berubah jadi kusam, menghitam (seperti busuk) bahkan rumput yg ada persis dibawah pohon tsb juga menghitam !! akhirnya karena takut meluas dan mengenai tanaman2 saya yg lain (adenium,euphorbia,kamboja kuning, sanse dll) saya putuskan untuk menebang pohon tsb,. sialnya kutu2 itu sekarang bertebaran di sekitar tanaman hias saya ...ohhh NO !!!! saya mau menanyakan apa obat hama yg paling ampuh untuk membunuh kutu ini... karena kutu ini tergolong kuat disebabkan karena tubuhnya yg dilapisi lilin. thanx ya All. 

Tidak diragukan lagi bahwa kutu putih yang dikeluhkan oleh Nandi itu adalah P. marginatus.

Keadaan serangan pada tahun 2008

Sekitar tiga minggu setelah penemuan kutu putih pepaya di Kebun Raya, AR menyaksikan puluhan bibit pepaya pada polibag yang ada di sekitar Laboratorium Ekologi Hama semuanya mati mengering diserang oleh P. marginatus (Gambar 3). Padahal, bibit pepaya itu rencananya akan digunakan untuk penelitian tungau oleh mahasiswa bimbingan Dr. Damayanti Adidharma. Tidak diketahui dengan pasti, bagaimana nasib penelitian mahasiswa tadi. Mungkin ganti topik. Memang, sebelum kutu putih masuk ke Indonesia, tungau adalah salah satu hama yang paling merusak pada tanaman pepaya.

Serangan kutu putih pada bibit pepaya
Gambar 3. Bibit pepaya yang terserang kutu putih di Kampus IPB Darmaga (Foto: Aunu Rauf)

Serangan P. marginatus tidak hanya pada bibit pepaya di kampus. Kunjungan ke sentra pertanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur pada 26 Juni 2008 mendapati  serangan berat. Selanjutnya pada 7 Agustus 2008, AR ditemani oleh Dr. I Wayan Winasa menyempatkan diri untuk melihat keadaan serangan pada pertanaman pepaya di Sukaraja. Betapa kagetnya keduanya, pohon-pohon pepaya yang terserang berat oleh P. maginatus, tajuknya tampak mengering Gambar 4). Serangan berat juga terjadi pada pertanaman singkong. 

Singkong terserang kutu putih
Gambar 4. Serangan berat Paracoccus marginatus pada pertanaman pepaya (kiri) dan singkong (kanan) (Foto: Aunu Rauf)

Pengendalian oleh petani

Untuk mengendalikan hama ini, sebagian petani melakukan penyemprotan dengan insektisida, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Hama kutu putih memang tidak mudah dikendalikan dengan insektisida karena tubuhnya ditutupi lilin sehingga sulit ditembus racun. Selain itu, dengan alat semprot yang ada, petani juga mengalami kesulitan dalam menyemprot tajuk pepaya yang tingginya lebih dari 2 m. Bahkan banyak petani sering merasakan pusing kepala setelah melakukan penyemprotan ke arah tajuk pohon pepaya. 

Sebagian besar petani di Sukaraja menebang pepaya yang terserang dan diganti dengan tanaman singkong (Gambar 5). Namun tanaman yang disebut belakangan ini juga merupakan tanaman inang utama dari P. marginatus. Petani di Bubulak memotong pohon pepaya dengan menyisakan sekitar 1 m dari pangkal. Bagian atas bekas potongan lalu ditutupi kantong keresek hitam, agar terhindar dari kucuran air hujan. Dengan cara ini, pohon pepaya diharapkan bertunas lagi (Gambar 5).

Penggantian taanaman pepaya dengan singkong
Gambar 5. Pohon pepaya yang terserang berat Paracoccus marginatus ditebang dan digantikan dengan singkong (kiri), atau dipangkas agar tumbuh tunas baru (kanan) (Foto: Aunu Rauf)

Adanya serangan hama baru ini menyebabkan petani mengalami kerugian besar. Bayangkan saja, petani mengeluarkan biaya sekitar Rp. 40-60 ribu per pohon (nilai pada tahun 2008). Pada keaadaan normal petani dapat memanen hingga 15 kali selama 5 tahun. Sementara pada saat terjadi serangan kutu putih tahun 2008, petani hanya sempat panen 1-2 x lantaran tanaman keburu mati. Tidak heran bila, pada saat itu, banyak petani yang meningggalkan bertanam pepaya, dan beralih ke tanaman lain.

Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Rauf A. 2022. Kisah Penemuan Kutu Putih Pepaya di Bogor. https://www.serbaserbihama.com/2022/03/kisah-penemuan-kutu-putih-pepaya.html. Diakses tanggal (sebutkan).


9 comments:

Evie Adriani said...
This comment has been removed by the author.
Evie Adriani said...

Terimakasih sudah berbagi kisah tentang asal mula ditemukan P.marginatus pak. Semoga Sehat selalu pak

Unknown said...

Tks info nya pak,semoga bapak sehat selalu

Yaherwandi said...

Terima kasih informasinya pak. Semoga sehat selalu dan bisa berbagi infomasi ya pak.

Syafrida Manuwoto said...

Tulisan sejarah pertanian yang otentik dan bermanfaat. Tkasih pak Aunu

Sang Pengamat Hama said...

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini. Aamiin untuk doanya.

Sang Pengamat Hama said...

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini. Aamiin untuk doanya.

Sang Pengamat Hama said...

Terima kasih telah berkunjung ke blog ini. Aamiin untuk doanya.

Sang Pengamat Hama said...

Terima kasih Bu Syaf telah menyempatkan berkunjung ke blog ini. Terima kasih pula atas apresiasinya.