Monday, April 25, 2022

Serangan Kutu Perisai Sikas Mengusik Estetika Taman

Oleh: Aunu Rauf dan Ridwan Sufyana Yusuf

Kisah Penemuan dan Identifikasi

Siang itu, 9 November 2011, selepas kunjungan dari kebun singkong yang terserang kutu putih Phenacoccus manihoti di Cimahpar, Tim IPM-CRSP/USAID yang terdiri dari Dr. R Muniappan (RM) (Virginia Tech/Director of IPM-CRSP) dan Dr. Aunu Rauf (AR) (IPB), melanjutkan perjalanan menuju Kampus IPB Darmaga-Bogor. 

Di tengah perjalanan keduanya mampir di AMPERA, rumah makan Sunda yang berlokasi di Jalan KH Sholeh Iskandar. Selagi bersantap siang, pandangan RM tertuju pada tanaman sikas yang tumbuh menghiasi lanskap ruang terbuka hijau di bagian tengah kompleks rumah makan. Tanaman sikas tersebut tajuknya tampak menguning (Gambar 1), gejala yang pernah dilihat oleh RM sewaktu masih bekerja di Guam. Sejatinya, sebelum pindah dan menetap di Virginia sebagai Director of IPM-CRSP/USAID, RM adalah profesor entomologi di University of Guam.

Gejala tanaman yang terserang kutu sikas
Gambar 1. Tanaman sikas dengan tajuk yang menguning akibat serangan kutu Aulacaspis yasumatsui (Foto: Aunu Rauf) 

Selepas makan, RM dan AR menghampiri tanaman sikas tadi, dan mendapati tajuknya dipenuhi oleh kutu perisai (Gambar 2). Kuat dugaan kutu ini sama dengan kutu yang delapan tahun sebelumnya pernah menyerang sikas di Guam. AR lalu mengambil sampel daun terserang yang ada kutunya. 

Setibanya di laboratorium entomologi di Kampus IPB Darmaga, sampel daun dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam vial berisi alkohol 75%. Sampel lalu dibawa oleh RM ke AS, dan selanjutnya dikirim dengan DHL ke alamat Dr. Gillian Watson (GW), ahli taksonomi kutu tanaman, di California Department of Food and Agriculture (CDFA). 

Namun, karena pada saat itu GW sedang berada di London, identifikasi dilakukan oleh stafnya yaitu Dr. Natalia von Ellenrieder (NvE). Hasil identifikasi oleh NvE yang selanjutnya dikonfirmasi oleh GW memberi kepastian bahwa spesies kutu perisai yang menyerang sikas di Bogor adalah Aulacaspis yasumatsui Takagi.

Kutu perisai sikas
Gambar 2. Permukaan bawah daun sikas yang dipenuhi kutu Aulacaspis yasumatsui (Foto: Aunu Rauf)

Asal dan Sejarah Penyebaran

Kutu Aulacaspis yasumatsui Takagi (Hemiptera: Diaspididae) merupakan serangga hama yang berasal dari Asia Tenggara, lebih tepatnya tersebar di wilayah yang merentang antara Thailand dan Semenanjung Malaysia di bagian barat dan Vietnam di bagian timur. Kutu ini pertama kali dikoleksi oleh Prof. K Yasumatsu dari Cycas sp. di Bangkok, Thailand pada tahun 1972, dan kemudian dipertelakan oleh Dr. Sadao Takagi pada tahun 1977. Pada saat itu, ketertarikan Yasumatsu dan Takagi pada kutu ini lebih karena merupakan temuan pertama genus Aulacaspis pada sikas, bukan karena kerusakan yang ditimbulkannya. Di Thailand A yasumatsui tidak banyak menimbulkan kerusakan karena populasinya selalu dikendalikan oleh musuh alami.

Penyebaran A. yasumatsui ke luar wilayah asalnya diduga karena adanya lalulintas pengiriman bibit sikas dari wilayah terserang. Ini terjadi pertama kali ketika A. yasumatsui dilaporkan masuk ke Cina bagian selatan pada tahun 1990-an lewat Cycas inermis Lour yang dikirim dari Vietnam. Pada saat itu Cina bagian selatan merupakan pusat industri pembibitan sikas yang mengekspor Cycas revoluta. Seiring dengan itu, pada awal tahun 2000-an kutu sikas menyebar ke Taiwan dan Singapura.

Di luar Asia, A. yasumatsui pertama kali ditemukan di Florida pada tahun 1996, diperkirakan melalui introduksi tanaman sikas dari Cina bagian selatan atau Thailand. Sejak itu, A. yasumatsui menyebar ke Alabama, Georgia, Louisiana, South Carolina, dan Texas. Sejak awal tahun 2000-an A. yasumatsui juga menyebar ke Hawaii, Guam, Palau, dan Kepulauan Mariana di Pasifik; Puerto Rico dan US Virgin Islands di Karibia, serta Costa Rica di Amerika Tengah. Penyebaran ini diperkirakan karena adanya pengiriman Cycas revoluta dari Florida. Keberadaannya di Afrika diketahui pada tahun 2006 ketika kutu A. yasumatsui terinsepsi pada tanaman sikas yang dimpor ke Perancis dari Pantai Gading. Selanjutnya, kutu A. yasumatsui dilaporkan terdapat di Nigeria pada 2014 dan di Afrika Selatan pada tahun 2015.

Persebaran A. yasumatsui di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun, berdasarkan kunjungan insidental yang dilakukan oleh AR, selain di Bogor, kutu A. yasumatsui juga dijumpai menyerang sikas di Serang (Banten), Jakarta, dan Semarang. Untuk keperluan pendataan persebaran A. yasumatsui di Indonesia, kiranya pembaca postingan ini yang menjumpai tanaman sikas dengan gejala seperti pada Gambar 1, 2, dan 8 berkenan menginformasikannya kepada Sang Pengamat Hama.

Pengenalan

Seperti umumnya kutu perisai (Diaspididae), tubuh A. yasumatsui terlindung di bawah perisai lilin yang berasal dari kulit lama yang ditanggalkan oleh serangga pradewasa. Imago betina memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda dari imago jantan (Gambar 3). Perisai imago betina berwarna putih, berukuran panjang 1.2 – 1.6 mm, permukaannya datar, dengan bentuk yang bervariasi. Umumnya berbentuk buah pir, tetapi seringkali bundar tidak beraturan karena menyesuaikan dengan kondisi di sekelilingnya seperti tulang daun atau kutu lain. Kadang-kadang tubuh kutu betina yang berwarna oranye tampak membayang di bawah perisai yang tembus pandang. Jika perisainya diangkat, kutu betina tampak berbentuk melebar, tidak bersayap, dan tidak bertungkai. Telur yang juga berwarna oranye biasanya ditemukan di bawah perisai kutu betina (Gambar 4). Perisai kutu jantan pradewasa berbentuk memanjang, dengan ukuran 0.5-0.6 mm, berwarna putih, dengan tiga garis punggung atau bubungan (ridges). Imago jantan berwarna oranye-cokelat, dengan bentuk mirip agas (midges) kecil, dengan satu pasang sayap, serta memiliki tungkai dan antenna yang berkembang sempurna.

Kutu perisai sikas jantan dan betina
Gambar 3. Imago betina (kiri) dan pradewasa jantan (kanan) Aulacaspis yasumatsui (Foto: Ridwan S Yusuf)

Imago betina dan telur kutu perisai sikas
Gambar 4. Imago betina dan telur Aulacaspis yasumatsui setelah perisai yang menutupinya diangkat (Foto: Ridwan S Yusuf)

Perikehidupan

Kutu betina berkembang melalui tahapan: telur, nimfa instar-1, nimfa instar-2, dan imago; sedangkan kutu jantan berkembang melalui tahapan: telur, nimfa instar-1, nimfa instar-2, prapupa, pupa, dan imago (Gambar 5). Seekor kutu betina rata-rata menghasilkan telur sebanyak 180 butir selama hidupnya, dengan jumlah telur yang diletakkan per hari paling banyak 18 butir. Telur diletakkan di bawah perisai. Berdasarkan pengamatan RSY di Bogor, rata-rata banyaknya telur yang terdapat di bawah tubuh imago betina yaitu 23.86 butir pada keadaan serangan berat, sementara pada keadaan serangan ringan yaitu 49.71 butir.

Perkembangan kutu perisai
Gambar 5. Siklus hidup kutu perisai Diaspininae. Prapupa dan pupa jantan berada di bawah perisai nimfa instar-2. Diagram diadaptasi dari Martin (2016)

Nimfa instar-1 yang baru keluar dari telur aktif berjalan dan dikenal dengan sebutan crawler. Hampir seharian crawler ini bergerak pada permukaan tanaman untuk mencari titik tempat makan yang sesuai. Selanjutnya kutu akan menusukkan stiletnya ke dalam jaringan tanaman dan mengisap cairan. Segera setelah itu, kutu menghasilkan pelindung lilin putih yang menutupi tubuhnya, serta menetap dan makan di tempat itu untuk selama sisa hidupnya.

Pada suhu 24 C masa inkubasi telur berlangsung 7.3 hari, masa perkembangan pradewasa betina berlangsung 28.7 hari, masa perkembangan pradewasa jantan (nimfa+prapupa+pupa) berlangsung 19 hari. Kutu dewasa betina yang muncul dapat hidup selama 67 hari, sedangkan jantan 1 hari.

Kutu A. yasumatsui dapat menyebar ke wilayah lain melalui bahan tanaman yang terserang atau melalui crawler yang dapat terbawa angin atau menempel pada pakaian, burung, serangga, dan hewan lainnya.

Tumbuhan Inang

Kutu A. yasumatsui hanya menyerang tanaman golongan sikas (Cycadales) yang meliputi genus Cycas (Cycadaceae), Dioon, Encephalartos, dan Microcycas (Zamiaceae), serta Stangeria (Stangeriaceae). Di Kebun Raya Bogor A. yasumatsui ditemukan menyerang Zamia loddigesii Miq., Macrozamia miquelii (F. Muell), dan Cycas neocaledonica Linden. Kutu ini juga ditemukan menyerang Cycas rumphii Miq. di Cipanas (Cianjur). Kerusakan berat umumnya terjadi pada Cycas revoluta Thunb. yang biasanya ditanam sebagai tanaman hias di halaman perkantoran, hotel, dan rumah. Di toko online  satu pohon C. revoluta berukuran 1 m dibanderol Rp. 1.250.000.

Kerusakan

Serangan biasanya dimulai dari permukaan bawah anak daun, kemudian berlanjut pada permukaan atas. Dengan meningkatnya serangan, kutu ini dapat ditemukan pada permukaan tangkai daun (Gambar 6), tunas, dan bunga jantan (Gambar 7). Dalam beberapa bulan tajuk tanaman sikas biasanya tampak penuh ditutupi lapisan kerak putih, yang tiada lain adalah kumpulan kutu yang telah mati dan yang masih hidup. Di Bogor kerapatan kutu mencapai 200-an ekor per 1 cm2 luasan permukaan anak daun. Jumlah kutu jantan umumnya jauh lebih banyak daripada kutu betina.

Kutu perisai sikas pada tangkai daun
Gambar 6. Tangkai daun sikas yang dipenuhi kutu Aulacaspis yasumatsui (Foto: Ridwan S Yusuf)

Kutu perisai sikas pada tunas dan bunga jantan
Gambar 7. Tunas (A) dan bunga jantan (B) sikas yang dipenuhi kutu Aulacaspis yasumatsui (Foto: Aunu Rauf)

Serangan berat pada C. revoluta dapat menyebabkan seluruh tajuk mengering dalam waktu 2-3 bulan, dan akhirnya tanaman mati seperti yang terjadi di berbagai tempat di Bogor dan kota lainnya (Gambar 8). Serangan kutu A. yasumatsui dikhawatirkan mengancam kelestarian berbagai spesies sikas endemis Indonesia. Terdapat lima species sikas yang persebarannya hanya ada di Indonesia: Cycas falcata K.D. Hill, Cycas glauca hort. ex Miq., Cycas javana (Miq.) de Laub, Cycas montana A. Lindstr. & K.D. Hill, dan Cycas sundaica Miq. ex A. Lindstr. & K.D. Hill.

Tajuk sikas mati oleh kutu perisai
Kematian sikas oleh kutu perisai
Gambar 8. Tanaman sikas di halaman depan gedung Radar Bogor (atas) dan halaman hotel di Semarang (bawah) yang mati mengering akibat serangan Aulacaspis yasumatsui (Foto: Aunu Rauf)

Pengelolaan

Pencegahan. Sebelum membeli tanaman sikas, pilihlah tanaman yang sehat, terbebas dari kutu A. yasumatsui. Periksalah gejala awal serangan, terutama pada permukaan bawah daun.

Deteksi dini. Untuk sikas yang sudah ditanam, periksalah tanaman secara berkala, setiap minggu atau dua minggu sekali untuk melihat ada-tidaknya gejala awal serangan serta kutu perisai. Serangan awal lebih mudah untuk dikendalikan.

Pengendalian secara mekanis dan bercocok tanam. Begitu terdeteksi, segera lakukan tindakan pengendalian dengan mematikan kutu secara mekanis dengan cara disikat. Pangkaslah daun yang terserang berat untuk menurunkan kerapatan populasi kutu. Hasil pangkasan segera dimasukkan ke dalam kantong plastik yang tertutup rapat, lalu dimusnahkan dengan merendamnya dalam air sabun atau dibakar. Peralatan pangkas harus segera dibersihkan setelah digunakan memangkas daun terserang. Hindari penanaman yang terlalu rapat untuk mengurangi perpindahan kutu dari tanaman terserang ke tanaman sehat.

Pengendalian hayati. Dua jenis parasitoid muncul dari sampel kutu yang dikoleksi dari tanaman sikas di Bogor. Dr. Gregory A Evans, ahli taksonomi parasitoid pada USDA – APHIS, mengidentifikasi kedua jenis parasitoid tersebut sebagai Arrhenophagus chionaspidis Aurivillius (Hymneoptera: Encyrtidae) dan Signiphora bifasciata Ashmead (Hymenoptera: Signiphoridae). Parasitoid A. chionaspidis diketahui memarasit kutu jantan, sementara S. bifasciata adalah hiperparasitoid. Selain itu ditemukan juga kumbang (Coccinellidae) berukuran kecil berwarna hitam yang memangsa kutu perisai sikas.

Pengendalian kimiawi. Percobaan di Florida menunjukkan bahwa penggunaan minyak sayur cukup efektif untuk mengendalikan kutu A. yasumatsui. Penyemprotan harus diarahkan pada permukaan bawah daun, tempat kutu menetap. Penyiapan minyak sayur sebagai insektisida dapat mengikuti petunjuk pada situs berikut (klik di sini).

Referensi

Bailey R, Chang N-T, Lai P-Y, Hsu TC. 2010. Life table of cycad scale, Aulacaspis yasumatsui (Hemiptera: Diaspididae), reared in Cycas in Taiwan. Journal of Asia-Pacific Entomology 13: 183-187.

Germain JF, Hodges GS. 2007. First report of Aulacaspis yasumatsui (Hemiptera: Diaspididae) in Africa (Ivory Coast), and update on distribution. Florida Entomologist 90(4): 755-756.

Haynes J. 2005. Cycad Aulacaspis Scale: A Global Perspective. The Cycad Newsletter 28(5): 3-6.

Howard FW, Hamon A, Mclaughlin M, Weissling TJ, Yang SL. 1999. Aulacapis yasumatsui (Hemiptera: Sternorrhyncha: Diaspididae), A Scale Insect Pest of Cycads Recently Introduced into Florida. Florida Entomologist 82(1): 14-27.

Martin NA. 2016, revised 2017. Flocculent flax scale - Poliaspis floccosa. Interesting Insects and other Invertebrates. New Zealand Arthropod Factsheet Series Number 33. http://nzacfactsheets.landcareresearch.co.nz/Index.html.

Muniappan R, Watson GWW, Evans GA, Rauf A, Ellenrieder NV. 2012. Cycad Aulacaspis Scale, a Newly Introduced Insect Pest in Indonesia. HAYATI Journal of Biosciences 19(3): 110-114.

Nesamari R, Millar IM, Coutinho TA, Roux J. 2015. South African cycads at risk: Aulacaspis yasumatsui (Hemiptera: Coccoidea: Diaspididae) in South Africa. African Entomology 23(1): 196-206.

Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Rauf A, Yusuf RS. 2022. Serangan Kutu Perisai Sikas Mengusik Estetika Taman.https://www.serbaserbihama.com/2022/04/kutu-perisai-sikas-aulacaspis.html. Diakses tanggal (sebutkan). 

2 comments:

Ridwan Sufyana said...

Ilmu yang sangat bermanfaat. Terima kasih banyak sudah berbagi dengan kami pak, semoga semakin banyak berkah untuk bapak

Sang Pengamat Hama said...

Terima kasih sudah mampir di blog ini.