Monday, May 23, 2022

Dr. LGE Kalshoven: Ilmuwan Hama nan Mumpuni dan Rendah Hati

Oleh: Aunu Rauf

LGE Kalshoven, siapa di dunia perlindungan tanaman yang tak kenal nama itu ?. Ia adalah penulis buku "De plagen van de cultuurgewassen in Indonesie". Buku babon tentang hama tanaman di Indonesia. Buku terdiri dari dua jilid dengan total 1065 halaman. Jilid I terbit tahun 1950 dan Jilid II tahun 1951 (Gambar 1).

Buku The Pests of Crops in Indonesia
Gambar 1. Dua jilid buku "De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie" karangan Kalshoven.

Sudah sejak lama saya memimpikan untuk memiliki sendiri kedua jilid buku berbahasa Belanda tersebut.  Perburuan pun pernah dilakukan. Beberapa kali saya berkesempatan mengunjungi pasar loak tempat penjual buku-buku bekas di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Hasilnya nihil.

Pagi itu, 17 Maret 2022, selagi berselancar di internet, saya "tersesat" di suatu blog. Mungkin lebih tepatnya, tersesat membawa berkah. Blog ini menyediakan buku-buku lawas, termasuk buku yang sudah sejak lama saya cari. Singkat cerita, pembelian buku pun berlangsung melalui alamat tautan yang diberikan.

Dua hari kemudian.  "Pakeett .....!!", terdengar suara teriakan dari luar pagar besi bercat hitam di depan rumah. "Mungkin suara kurir AnterAja", begitu pikir saya.  Memang biasanya saya menggunakan jasa JNE, SiCepat, atau AnterAja untuk pembelian buku secara daring. Saya pun bergegas menuju teras. Benar saja, di depan pintu pagar berdiri seseorang dengan paket berbentuk segi empat di tangannya.

"Hati-hati pak, .... berat !", begitu ujarnya sewaktu menyerahkan paket buku seberat kira-kira 2 kg kepada saya. Rupanya ia mafhum betul, penerima paket itu seorang kakek dengan kepala penuh uban.

Kini pada rak kayu yang ada di ruang perpustakaan pribadi saya bertengger koleksi buku "baru", berusia lebih dari 70 tahun. Dua jilid buku Kalshoven: De plagen van de cultuurgewassen in Indonesie, menemani versi berbahasa Inggris yang sudah saya miliki jauh sebelumnya.

***

Siapakah sebenarnya LGE Kalshoven ?.

Louis George Edmund Kalshoven lahir pada 11 Oktober 1892 di Den Haag, dari ibu Emma Basting (1867-1941) dan ayah, yang juga bernama sama, Louis George Edmund Kalshoven (1857-1921). Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan atas di Maastricht dan Middelburg, Kalshoven muda melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Pertanian (Landbouwhogeschool) di Wageningen dengan mengambil bidang studi kehutanan.

Pada tahun 1915, dengan gelar Ir. Kehutanan, ia bertolak menuju Hindia Belanda. Tidak lama setelah menginjakkan kakinya di Indonesia, ia mendapat penugasan sebagai rimbawan di Dinas Kehutanan (Dienst van het Boschwezen) Salatiga (Jawa Tengah).

Kesehariannya berada di tengah hutan membawanya bersinggungan dengan banyak serangga perusak pohon. Ia pun tampaknya beralih minat. Kini ia merasa lebih sebagai entomologiwan daripada seorang rimbawan. Karena alih minat itulah, tidak lama kemudian (1918), Kalshoven dialihtugaskan ke Balai Penyelidikan Kehutanan (Boschproefstation) di Buitenzorg (Bogor). Kepindahan ini berbarengan waktunya dengan dibentuknya Bagian Perlindungan Hutan (Afdeling Boschbescherming) di balai tersebut.  Bagian baru ini sudah tentu memerlukan tenaga peneliti hama dan penyakit tanaman kehutanan. Kalshoven adalah orangnya. 

Di sela-sela kesibukannya sebagai peneliti hama kehutanan, pada 22 April 1920 ia melangsungkan pernikahan dengan seorang gadis bernama Hendrika van der Brug di Buitenzorg. Pasangan ini dikaruniai lima orang anak.

Lagi-lagi pada tahun 1920, Kalshoven bersama dengan "bagian perlindungan hutan" dipindahkan ke Balai Penyelidikan Hama Tumbuhan (BPHT) (Instituut voor Plantenziekten) yang berlokasi di Cimanggu (Gambar 2). Di tempat baru ini, ia banyak bergaul dengan kelompok peneliti  hama pertanian yang sudah ada sejak tahun 1912 di bawah kepemimpinan Dr. CJJ van Hall (Gambar 3).  Di BPHT Kalshoven diberi wewenang dan tugas untuk mengembangkan penelitian hama kehutanan.

Gedung Balai Penyelidikan Hama Tumbuhan
Gambar 2. Gedung Instituut voor Plantenziekten (Balai Penyelidikan Hama Tumbuhan) (Foto: Koleksi Troppen Museum)

Staf Balai Penyelidikan Hama Tumbuhan
Gambar 3. Foto bersama personil Instituut voor Plantenziekten, 10 Mei 1923. Tampak dalam foto di antaranya : JC van der Meer Mohr, LGE Kalshoven, S. Leefmans, Dr. CJJ van Hall (Sumber: Photographs of Indonesia Vol. I, Krul Antiquarian Books)

Melalui koordinasi dengan Balai Penyelidikan Kehutanan, dua jenis hama ditetapkan sebagai prioritas jangka pendek, yaitu penggerek pucuk mahoni (Hypsipyla robusta Moore) dan rayap jati Kalotermes tectonae Damm. (sekarang disebut Neotermes tectonae). 

Penelitian hama dan penyakit mahoni dilaksanakan sejak tahun 1921, dengan mengambil tempat di wilayah Semarang. Tidak perlu menunggu terlalu lama, studi lapangan ini menghasilkan monograf berjudul "Beschadigingen, ziekten en plagen van mahonie (Swietenia mahagoni en S. macrophylla), aangeplant op Java" (Kerusakan, penyakit, dan hama mahoni di Jawa).  Isinya sangat lengkap, dengan tebal 126 halaman. 

Untuk penelitian rayap jati, pada tahun 1926 dibangun laboratorium lapangan (Gambar 4) di Gedangan, suatu desa di sebelah selatan Semarang. Lokasi laboratorium berada di tengah hutan jati. Kalshoven sangat menikmati tinggal di tempat ini. Mungkin karena separuh jiwanya adalah rimbawan. Kegiatan penelitian lapangan di Gedangan berlanjut hingga tahun 1938.

Tempat penelitian Kalshoven
Gambar 4. Ruang laboratorium di Gedangan, tempat Kalshoven memelihara rayap untuk penelitian disertasinya (Sumber: Kalshoven 1930)

Data yang terkumpul dari penelitian rayap di Gedangan digunakan untuk bahan penyusunan disertasinya. Pada Jumat, 14 Februari 1930, ia dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Doktor. Disertasinya berjudul "De biologie van de djatitermiet (Kalotermes tectonae Damm.) in verband met zijn bestrijding" (Biologi rayap jati Kalotermes tectonae Damm. sebagai dasar pengendalian). Isinya meliputi perikehidupan, sifat dan komposisi berbagai koloni rayap, jenis pohon hutan yang diserang, pola penerbangan dan perpindahan koloni, serta musuh alami rayap.

Tak hanya mahoni dan jati, hutan lainnya juga dikunjungi. Berbagai serangga, terutama Coleoptera, dikumpulkan, tanaman inangnya dicatat, batang dan cabang pohon dengan gejala gerekan dibawa ke laboratorium di Gedangan. dan ditunggu hingga muncul imago. Pemeliharaan serangga dikerjakan oleh rimbawan bernama Warnohardjo, dengan dibantu oleh mantri dan mandor. Mereka ini adalah warga setempat yang paham betul jenis-jenis tumbuhan dan hewan di Gedangan. Supervisi dilakukan oleh Mas Sudiro Kartohadibroto, seorang asisten entomologi yang bertugas dari 1932-1938. Sebagian pemeliharaan serangga berlangsung di laboratorium BPHT Bogor.

Bantuan lainnya diberikan oleh F. A. Th. H. Verbeek, entomologiwan muda kehutanan yang bekerja di BPHT dari 1925-1930. Ia tewas terbunuh saat terjadi kerusuhan sosial di Bogor, menyusul perisitiwa pendudukan Jepang. Hampir seluruh data dan catatan lapangan serta manuskrip tentang perikehidupan belalang jati (Valanga nigricornis) yang ia tulis hilang bersamanya.

Di luar kegiatannya meneliti hama kehutanan, Kalshoven berperan penting dalam pendirian Nederlandsch-Indische Entomologische Vereniging (NIEV), perhimpunan entomologi Hindia Belanda, pada tahun 1929. Pada awal pendiriannya, NIEV merupakan cabang dari Nederlandsche Entomologische Vereniging (NEV), perhimpunan entomologi Belanda. Tidak heran bila sebutannya pada masa itu adalah Afdeeling Nederlandsche Oost Indie van de Nederlandsche Entomologische Vereniging. Kalshoven menjabat sebagai Sekretaris NIEV dari 1930-1934, dan sebagai Ketua dari 1934-1938. Pada masa kepengurusan Kalshoven itulah, pada tahun 1934 NIEV memisahkan diri dari NEV. Di kemudian hari NIEV menjelma menjadi cikal bakal Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI).

Pada tahun 1934 Kalshoven diangkat sebagai kepala bagian Zoologi di BPHT.  Salah satu tugas yang dibebankan kepadanya yaitu merevisi buku  "Landbouwdierkunde van Oost Indie" karangan Dammernan, terbitan tahun 1919. Revisi buku ini sudah sejak lama menjadi agenda dari BPHT. Kalshoven dipandang sebagai orang yang tepat untuk mengemban tugas ini. Ia mulai mengerjakan revisi pada Desember 1939 dan berlanjut selama 17 bulan sampai dengan awal pendudukan Jepang (Maret 1942).

Selama pendudukan Jepang, seluruh pegawai berkebangsaan Belanda ditawan, tidak terkecuali Kalshoven. Ia ditempatkan di kamp penahanan di Cimahi (Bandung), terpisah dari anak dan istrinya. Diperkirakan ada sekitar 10.000  tawanan yang mendekam di kamp Cimahi pada waktu itu. Karena asupan gizi yang buruk, banyak di antara mereka yang menderita edema. Penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan protein.

Kalshoven tergolong pribadi yang selalu berusaha membantu orang lain sejauh ia sanggup, termasuk kepada para penderita edema. Untuk maksud tersebut, ia mengelola pengadaan kodok, bekerjasama dengan corvee (korvi, pekerja rodi) yang betugas di luar kamp. Pada tengah malam, para korvi ini menyelundupkan kodok ke dalam kamp. Kodok-kodok itu disembunyikan di dalam kantong celana atau sarung. Dibantu sesama penghuni kamp, kodok-kodok itu dibersihkan dan dibuang bagian racunnya, kemudian diserahkan ke dapur rumah sakit kamp untuk dimanfaatkan oleh para penderita edema.  Kegiatan ini berlangsung cukup lama sampai sumber kodok di luar kamp mengering dan tidak dapat ditemukan lagi kodok di sekitarnya.

Pada tahun-tahun yang penuh dengan ketidakpastian, pasca penyerahan kekuasaan Jepang, Kalshoven keluar dari kamp penahanan dan menetap di Bogor. Tidak lama berselang, ia diminta untuk menjadi pejabat sementara Kepala Balai Penyelidikan Pertanian. Ia merasa jabatan ini tidak sesuai dengan kepribadiannya yang sederhana. Sebagai garda terdepan dari Departemen Urusan Ekonomi, balai yang dipimpinnya harus berfungsi lagi seperti semula. Padahal, sumberdaya manusia yang tersisa di balai ini sangat terbatas.  Sebagian dari mereka gugur di kamp penahanan, sebagian lainnya meninggalkan Indonesia untuk pemulihan kesehatan. Ia juga harus bernegosiasi dengan otoritas berbagai negara serta institusi dalam negeri yang memiliki beragam kepentingan.   

Pada tahun 1947 Kalshoven pulang ke negeri Belanda untuk pemulihan kesehatannya. Atas jasa-jasanya kepada masyarakat, pemerintah Belanda memberikan tanda penghargaan kepadanya berupa "Officier in de Orde van Oranje-Nassau" pada tahun 1948. 

***

Pada tahun 1948 ia balik ke Bogor dengan tekad ingin menyelesaikan penulisan buku yang sempat tertunda. Godaan datang. Ia ditawari jabatan profesor dalam entomologi pada Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia. Ia menolak tawaran itu karena khawatir akan menyita terlalu banyak waktu. Bayangkan, sekaliber Kalshoven menolak tawaran menjadi profesor. Kiranya di Indonesia sekarang ini, sulit menemukan pribadi yang demikian. Yang ada, mungkin kebalikannya.

Walau agak sedikit meleset dari tenggat waktu, Jilid I buku "De plagen van de cultuurgewassen in Indonesie" berhasil terbit pada tahun 1950, dan dibanderol dengan harga Rp.48,- (empat puluh delapan rupiah). Setahun berikutnya Jilid II terbit. Di bagian tengah dari lembar pertama, setelah jilid muka, tercantum nama Kalshoven. Di bawah nama tadi tertulis Lector aan de Faculteit van Landbouwwetenschap te Buitenzorg. Sejatinya, pada waktu itu, Kalshoven adalah dosen pada Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia di Bogor (kini IPB University).

Pada tahun 1951, ia mudik ke negeri Belanda dan menghabiskan sisa hayatnya di tanah kelahirannya. Bersama dirinya dibawa serta pula tumpukan berkas dokumen, catatan harian, dan data penelitian. Maklum pada masa itu belum ada teknologi flashdisk. Berbagai spesimen serangga juga ikut dibawa.

Sejak kepulangannya, ia mencurahkan seluruh waktunya untuk mengolah data, menulis artikel, dan menerbitkannya di berbagai jurnal. Sebanyak 68 artikel berhasil dipublikasikannya.  Jumlah yang hampir sama (74 artikel) ia terbitkan selama bertugas di Hindia Belanda (1915-1950). Banyak diantaranya tentang penggerek batang atau cabang, seperti kumbang Cerambycidae, Buprestidae, Scolytidae, dan ulat Cossidae. Tidak heran, Kalshoven adalah entomologiwan kehutanan.

Artikel terakhirnya yang terbit pada tahun 1970, bersamaan dengan tahun wafatnya, yaitu tentang Triatoma rubrofasciata (DeGeer) (Reduviidae), kepik pengisap darah (Gambar 5). Datanya bersumber dari catatan harian Mr. Inen pada tahun 1930. Mr. Inen adalah asisten Dr. Leefmans, Kepala BPHT ketika itu. Kepik T. rubrofsciata banyak dijumpai di pemukiman penduduk di Bogor yang rumahnya terbuat dari bilik bambu. Mr. Inen yang penasaran dengan perilaku kepik, menyodorkan lengannya untuk diisap darahnya.

Kepik Reduviidae
Gambar 5. Kepik pengisap darah Triatoma rubrofasciata (pembesaran 4 x), Buitenzorg 1937, C. Franssen (Sumber: LGE Kalshoven  1970)

Sangat boleh jadi Mr. Inen yang disebut oleh Kalshoven dalam artikelnya itu adalah Pak Ineng, laboran di Jurusan HPT, Fakultas Pertanian-IPB. Ini didasarkan pada chatting-an Prof. Soemartono Sosromarsono (almarhum) di WAG Keluarga Besar PTN pada 11 April 2022, empat hari sebelum beliau wafat. "Seingat saya Pak Ineng itu dibawa dari BPHT oleh Prof. J van der Vecht", begitu tulis almarhum. Mahasiswa HPT angkatan A7 dan sebelumnya pasti mengenal sosok Pak Ineng. Ia selalu mengenakan peci hitam di kepalanya.

Keseharian Kalshoven berada di hutan memberinya kesempatan mengoleksi beragam serangga. Banyak di antaranya spesies baru. Sebagai bentuk penghargaan terhadap kiprahnya, puluhan spesies serangga mengusung nama kalshoveni. Coba saja Anda ketik kata"kalshoveni" pada kotak pencarian di Global Names Index. Sebanyak 92 spesies serangga muncul dengan nama kalshoveni. Di antaranya adalah Coptotermes kalshoveni Kemner 1934, Agrilus kalshoveni Obenberger 1931, Xyleborus kalshoveni (Schedl, 1934).

Teman-teman dekatnya mengenal Kalshoven sebagai pribadi yang jujur, kalem, dan rendah hati. Dalam berdiskusi, ia selalu berusaha keras memahami pandangan yang berbeda. Mungkin karena sifat rendah hati itulah, hingga kini saya belum berhasil  menemukan foto Kalshoven sendirian. Ia selalu berfoto bersama sejawatnya (Gambar 6).

Staf peneliti Balai Penyelidikan Hama Tumbuhan
Gambar 6. Foto bersama peneliti Instituut voor Plantenziekten, 1940. Tampak dalam foto di antaranya : J van der Vecht, P van der Goot, CJH Franssen, Dr. LGE Kalshoven (Sumber: Photographs of Indonesia Vol. I, Krul Antiquarian Books)

Pada tanggal 15 Maret 1970, setelah menderita sakit yang cukup lama, Kalshoven menghembuskan napas terakhirnya pada usia 78 tahun. Ia meninggalkan warisan monumental yang tak lekang oleh waktu: Dua jilid buku "De plagen van de cultuurgewassen in Indonesie".

Referensi

Kalshoven LGE. 1930. De biologie van de djatitermiet (Kalotermes tectonae Damm.) in verband met zijn bestrijding. Diss. Landbouwhogeschool Wageningen.

Kalshoven LGE. 1955. Notes on the habits and ecology of Indonesian forest insects of minor importance I. Entomologische Berichten 15: 437-440.

Kalshoven LGE. 1958. Studies on biology of Indonesia Scolytoidea, 4. Data on the habits of Scolytidae. First Part. Tijdschrift voor Entomologie 101: 157-180.

Kalshoven LGE. 1970. Observations on the blood-sucking Reduviid Triatoma rubrofasciata (DeGeer) in Java. Entomologische Berichten 30: 41-47.

Kalshoven P. "Genealogie Kalshoven", database, Genealogy Online, Diakses  21 Mei 2022. Louis George Edmund Kalshoven (1892-1970).

Lam HJ.1929. Conspectus of Institutions of Pure and Applied Science in or Concerning The Netherlands East Indies. Dalam: Science in the Netherlands East Indies (De Beaufort LF et al., eds.). Hal. 383-407. Amsterdam: De Bussy. 

Nio Joe Lan. 1946. Dalem Tawanan Djepang. Jakarta: Lotus Co.

van der Vecht J. 1970. In Memoriam Dr. L.G.E. Kalshoven. Entomologische Berichten 10(5): 89-98.

van Hall, CJJ. 1929. On Agricultural Research and Extension Work in The Netherland's Indies. Dalam: Science in the Netherlands East Indies (De Beaufort LF et al., eds.). Hal. 268-275. Amsterdam: De Bussy. 

Catatan: Terima kasih kepada Dr. Elske van de Fliert, University of Queensland, atas kesediannya menyempurnakan terjemahan dari bahasa Belanda ke Indonesia, untuk paragraf yang terkait dengan masa penahanan di kamp Cimahi.

Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Dr. LGE Kalshoven: Ilmuwan Hama nan Mumpuni dan Rendah Hati. https://www.serbaserbihama.com/2022/05/kalshoven-penulis-buku-hama.html. Diakses tanggal (sebutkan).

2 comments:

Evie Adriani said...

Kisahnya Kalshoven sangat menginspirasi. Terima kasih telah membuat tulisan ini pak Aunu. Semoga bapak sehat selalu. Aamiiin

Ridwan Sufyana said...

Tersesat di jalan yang benar ya pak hehe.. sehat terus & selalu menginspirasi kami ya pak Aunu