Monday, August 22, 2022

Kisah Seputar Kerawai Daun Sawi, Athalia proxima (Hymenoptera: Tenthredinidae)

Oleh: Aunu Rauf dan Nina Maryana

Kilas balik

Kisah keberadaan kerawai daun sawi, Athalia proxima (Klug) (Hymenoptera: Tenthredinidae), di Indonesia merentang jauh ke belakang. Bermula tatkala Johannes Bastiaan Corporaal (Gambar 1), yang kala itu berusia 23 tahun, menginjakkan kakinya untuk pertama kali di Hindia Belanda pada tahun 1903. Dengan menenteng ijazah dari Sekolah Tinggi Pertanian Wageningen, ia merantau dan mengadu nasib di Jawa. Ia menerima tawaran bekerja sebagai ahli agronomi pada perkebunan tembakau di Jawa, dan kemudian di Deli (Sumatera) hingga Mei 1912.

JB Corporaal
   Gambar 1. Johannes Bastiaan Corporaal (Sumber: https://stamboomkorporaal.blogspot.com/2014/02/entomoloog-johannes-bastiaan-corporaal.html)

Selepas itu, selama kira-kira 2-3 tahun, ia sempat bekerja di perkebunan karet dan teh. Tahun 1915 ia mudik ke Belanda untuk penyembuhan kesehatannya.  Pada 1 Desember 1916, ia kembali ke Hindia Belanda dengan membawa segenggam harapan, yaitu ingin bekerja di AVROS (Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra/Asosiasi Perusahaan Perkebunan Karet Pantai Timur Sumatera), lembaga yang baru dibentuk yang berkantor di Medan.

Keberuntungan menghampirinya. Ia pun dikontrak sebagai pakar agronomi dan sekaligus entomologiwan di AVROS, untuk jangka waktu 5 tahun (1917-1921). Tugasnya melakukan studi hama-hama di perkebunan karet serta pengendaliannya. 

Sejak di sekolah menengah, JB Corporaal sudah menaruh minat pada serangga. Minatnya ini terus melekat hingga di Sumatera. Di sela-sela kesibukannya di AVROS, ia sering mencuri waktu senggangnya blusukan di alam bebas, sangat boleh jadi sambil membawa jaring serangga. Ia punya ketertarikan yang kuat pada Coleoptera. Kelak kemudian, ia pun dikenal sebagai pakar taksonomi kumbang dengan spesialisasi famili Cleridae. Salah satu publikasinya yaitu "Some new and rare Cleridae from Java and Sumatra". 

Lantas apa kaitan antara JB Corporaal dengan kerawai daun sawi ?. 

Hari itu, 21 Februari 1921, ia menjelajahi hutan Berastagi yang berketinggian 1.300 m dpl untuk berburu kumbang. Di antara serangga yang tertangkap di dalam jaringnya, salah satunya ditemukan kerawai daun.  JB Corporaal lalu mengirimkan spesimen kerawai daun tersebut kepada Runar Forsius, seorang pakar taksonomi kerawai daun pada masa itu. Spesimen tadi mendapatkan nama Athalia proxima var. funebris Forsius, sebagaimana tercantum dalam artikel Forsius berjudul  "JB Corporaal's Tenthredinidae-Ausbeute aus Sumatra" yang dimuat pada Notulae Entomologicae nomor 5 tahun 1925.

Spesimen kerawai daun lainnya dikoleksi dari Ranu-Pani (Gunung Tengger), ketinggian 2.100 m dpl, oleh Dr. Edward Handschein pada Februari 1931. E Handschein adalah seorang pakar Collembola dari Swiss. Ia pernah tinggal di Indonesia hampir selama 3 tahun (1930-1932), pada saat bekerja pada proyek penelitian lalat kerbau, kegiatan yang diibiayai oleh pemerintah Australia. Spesimen kerawai daun yang berasal dari Gunung Tengger ini oleh Runar Forsius diberi nama Athalia lugens var tristis Forsius. Kini spesimen kerawai daun sawi ini tersimpan di Museum Basel, Swiss.

Belakangan diketahui bahwa baik Athalia proxima  var. funebris Forsius maupun Athalia lugens  var. tristis Forsius merupakan sinonim dari Athalia proxima (Klug).

***

Runar Forsius yang pakar taksonomi kerawai daun itu menawarkan latar kehidupan yang menarik. Sejatinya, Runar Forsius adalah seorang dokter spesialis anak. Gelar itu ia peroleh pada tahun 1924 setamat mengenyam pendidikan kedokteran spesialis yang diselenggarakan oleh Helsinki Medical AssociationSebagai dokter, selain membuka praktik pribadi, ia bekerja pada Helsinki Infectious Disease Hospital

Sejak di bangku sekolah, Runar Forsius sudah tertarik dengan alam sekitar. Kegemarannya pada serangga menjadikannya kelak seorang entomologiwan yang mumpuni. Sejak tahun 1920, ia mulai serius menekuni identifikasi spesimen kerawai daun yang berasal dari berbagai belahan bumi. Berkat ketekunannya, nama Runar Forsius pun sangat mendunia di kalangan entomologiwan pada kurun waktu itu, jauh melebihi ketenarannya sebagai dokter spesialis anak.

Runar Forsius menghembuskan napas terakhirnya pada 31 Oktober 1935, di usia 51 tahun, setelah selama 3.5 tahun mengidap penyakit kelainan ginjal. Ia meninggalkan warisan berupa koleksi serangga berjumlah sekitar 36.000 spesimen, sebagian besar adalah kerawai daun. Koleksinya itu kini tersimpan rapi di Abo Akademi, Finlandia. Salah satunya adalah spesimen kerawai daun asal Berastagi.

***

Setelah penemuan kerawai daun sawi oleh JB Corporaal di Berastagi tahun 1921 dan E. Handschin di Gunung Tengger tahun 1931, hampir tidak ada lagi informasi keberadaan kerawai daun terlacak di Indonesia. Memang, kerawai daun sangat jarang ditemukan. Ini juga terekam dari koleksi serangga yang dibuat oleh mahasiswa (S1/S2/S3) Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB.  Dari kira-kira 2.400 orang mahasiswa, terhitung tahun ajaran 1995 s/d 2019, sejak di kampus Baranangsiang hingga Darmaga, tidak pernah seorang pun yang dalam kotak koleksi serangganya terdapat spesimen kerawai daun. 

Buku Kalshoven (1951) versi bahasa Belanda pun menuliskan : 

.... de bladwespen (Tenthredinidae), welke in Indonesie echter niet op cultuurgewassen voorkomen (wel op enkele wilde planten).... 

yang artinya:

..... kerawai daun (Tenthredinididae) tidak ditemukan pada tanaman budidaya di Indonesia (tetapi terdapat pada beberapa tumbuhan liar).... 

Bahkan, buku Kalshoven versi bahasa Inggris (1981) sama sekali tidak menyinggung kerawai daun. 

Kerawai daun sawi di Ciputri

Sejak 2006 hingga 2014, beberapa dosen Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB terlibat dalam pengembangan dan pemasyarakatan PHT sayuran dataran tinggi di daerah Puncak. Kegiatan yang merupakan kerjasama antara IPB dengan Clemson University, serta didanai oleh proyek IPM-CRSP/USAID.  

Kunjungan lapangan ke kelompok tani dan pertanaman sayuran menjadi agenda mingguan. Selama itu pula, hanya ulat Crocidolomia pavonana (F.) dan Plutella xylostella (L.) yang biasanya dijumpai menyerang sayuran kubis-kubisan (Brassicaceae). Tetapi, tidak di kebun sayuran organik, Kampung Sarongge Girang, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Cianjur (Gambar 2). 

Sarongge organic farm
Gambar 2. Kebun sayuran organik di Desa Ciputri, Pacet (Foto: Aunu Rauf)

Kebun yang terletak pada ketinggian 1.400 m dpl dan berdekatan dengan Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) itu dikelola oleh petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Mandiri. Sudah tentu, ini bukan kelompok tani kaleng-kaleng. Beberapa ratus meter di sebelah kebun organik ada rumah tua, tempat Radio Edelweis 107,6 FM mengudara. 

Meski jalan menuju ke kebun sayuran organik terjal dan berbatu, banyak tamu yang berkunjung. Hawa pegunungan yang sejuk dan segar serta senyum ramah petani selalu setia menemani para pengunjung. Tidak ketinggalan, sayuran segar bebas pestisida. Ada tomat, cabai, kubis, brokoli, bawang daun, sawi, dan sejenisnya. 

Di antara pengunjung musiman yaitu tim dari Clemson University dan Virginia Tech University (Gambar 3). Mereka yang bergantian datang adalah Dr. Mike Hammig, Dr. Merle Shepard, Dr. Gerry Carner, Dr. Eric Benson, dan Dr. R Muniappan. Nama pertama adalah seorang pakar ekonomi pertanian, sedangkan nama-nama berikutnya entomologiwan.

Pertemuan Clemson University dengan kelompok tani
Gambar 3. Kunjungan lapangan Tim Clemson University ke kebun sayuran organik (Foto: Aunu Rauf)

Kunjungan ke kebun sayuran organik pagi itu, 25 April 2011, tidak hanya menemukan hawa sejuk dan segar serta senyum ramah petani, tetapi juga kerawai daun, jenis serangga hama yang belum pernah dilihat selama ini. Melalui jejaring kepakaran yang ada di lingkup proyek IPM-CRSP/USAID, terutama Dr. R Muniappan dari Virginia Tech., serangga tadi diidentifikasi sebagai Athalia proxima (Klug). 

Mengenal Athalia proxima

Athalia proxima merupakan hama utama pada berbagai jenis sawi di India. Suhu optimum untuk peningkatan populasinya berkisar 19.7-24.8 ℃. Total masa perkembangan dari sejak telur diletakkan hingga imago muncul berkisar 30-39 hari. 

Telur. Telur disisipkan secara tunggal di dalam jaringan daun dengan bantuan ovipositor yang berbentuk gergaji. Posisinya biasanya di bawah permukaan daun di bagian tepi. Telur berbentuk oval, panjang 0.66 mm dan lebar 0.35 mm, permukaannya licin, berwarna putih susu, dan berubah menjadi hitam menjelang menetas. Masa inkubasi telur berlangsung 5-7 hari.

Larva. Larva terdiri dari enam instar, dengan instar 1-5 merupakan fase makan, sedangkan instar 6 fase tidak makan. Tubuh larva berwarna abu-abu kehitaman dengan kepala hitam. Terdapat satu barisan bintik hitam pada kedua sisi tubuh, yang membujur dari mulai dekat kepala hingga ke ruas abdomen terakhir (Gambar 4). Pada bagian dorsal tubuh terdapat garis hitam yang membujur dari mulai mesotoraks hingga ujung abdomen. Larva instar lanjut berukuran panjang 14.0 mm dan lebar 2.5 mm. Bentuknya menyerupai larva Lepidoptera, kecuali memiliki 8 pasang tungkai palsu. Total masa perkembangan larva 13-15 hari. Aktivitas makan biasanya berlangsung pada pagi dan sore hari. Bila tersentuh, larva dengan segera menjatuhkan diri dan pura-pura mati.

Larva kerawai daun sawi
Gambar 4. Larva kerawai daun sawi, Athalia proxima (Foto: Aunu Rauf)

Pupa. Larva instar lanjut turun ke tanah untuk berkepompong, dengan membuat kokon dari butiran tanah. Masa perkembangan pupa berlangsung 8-12 hari. 

Imago. Serangga dewasa A. proxima memiliki kepala dan antena yang berwarna hitam. Toraks berwarna oranye, kecuali mesoposnotum, metanotum dan metaposnotum berwarna hitam. Sayap berwarna keruh seperti asap dengan venasi berwarna hitam. Abdomen berwarna oranye. Tungkai berwarna oranye, kecuali tibia dan tarsus berwarna hitam (Gambar 5). Tubuh berukuran panjang 6.0-7.8 mm (betina) atau 5.8-6.9 mm (jantan). Imago betina memiliki ovipositor yang berbentuk gergaji, sehingga di negeri yang berbahasa Inggris serangga ini disebut sawfly. Lama hidup imago betina sekitar 10 hari. Selama hidupnya seekor betina mampu menghasilkan sebanyak 100-170 butir telur.

Imago kerawai daun sawi
Gambar 5. Imago kerawai daun sawi, Athalia proxima (Foto: Aunu Rauf)

Persebaran dan tumbuhan inang

Athalia proxima tersebar luas di Indonesia, Malaysia, China, India, Jepang, Korea, Myanmar, dan Taiwan.

Tumbuhan inang A. proxima meliputi berbagai sayuran dari famili Brassicaceae seperti sawi Brassica juncea L., Brassica napus L., Brassica nigra (L.), dan Brassica rapa L., serta lobak Raphanus sativus L. 

Kerusakan dan pengendalian

Serangan berat dapat menyebabkan gejala daun bolong-bolong, sering dengan menyisakan tulang daun (Gambar 6). Bahkan, bila serangan terjadi pada fase bibit, tanaman dapat mengalami defoliasi.

Sawi putih yang terserang berat Athalia proxima
Gambar 6. Gejala serangan berat kerawai daun sawi, Athalia proxima (Foto: Aunu Rauf)

Pengalaman lapangan selama ini mengindikasikan bahwa A. proxima merupakan hama utama pada tanaman sawi di dataran tinggi (>1.000 m dpl) bercuaca dingin, khususnya yang dibudidayakan secara organik. Pengendalian mekanis dengan cara memungut larva selagi masih berukuran kecil, secara signifikan dapat mengurangi kerusakan.

Di lahan sayuran sawi atau lobak yang menerapkan budidaya konvensional, A. proxima tidak pernah ditemukan. Diduga hama ini sangat rentan terhadap insektisida. 

Referensi

Abe M. 1988. A biosystematic study of the genus Athalia Leach of Japan (Hymenoptera: Thentredinidae). Esakia 26: 91-131.

Forsius A. 2000. Runar Forsius (1884-1935) - Doctor and World-Famous Sawfly Researcher. In: People in The History of Medicine. www.saunalahti.fi/arnoldus/rforsius.html. Diakses  2 Agustus 2022.

Forsius R. 1934. Uber einige Tenthrediniden Javas. Revue Suisse de Zoologie 41: 105-110.

Haris A. 2007. Sawflies (Hymenoptera: Symphita, Thenthredinidae) from Indonesia, Malaysia and Vietnam. Zool Med Leiden 81(8): 149-159.

Kalshoven LGE. 1951. De Plagen van de Cultuur-Gewassen in Indonesie. Deel II. Bandoeng: NV Uitgeverij W van Hoeve. S-Gravenhage.

Park B, Choi J-K, Wei M, Lee J-W. 2017. A taxonomic review of the genus Athalia (Hymenoptera: Tenthredinidae: Athaliinae) from South Korea. Anim Syst Evol Divers 33(2): 100-111.

Sauter W. 2007. Eduard Handschin, in: Historycal Encyclopedia of Switzerland. https://hls-dhs-dss.ch/de/articles/044917/2007-11-27/. Diakses 11 Agustus 2022.

van der Wiel P. 1953. In Memoriam Johannes Bastiaan Corporaal 23 April 1880 - 28 Mei 1952. Tijdschrift voor Entomologie 96(1-2): 1-7.

Thigale PS, Pawar BY. 2021. Biology of mustard sawfly, Athalia lugens proxima (Klug) on haliv, Lepidium sativum. The Pharma Innovation Journal 10(9): 243-247.

Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Rauf A, Maryana N. 2022. Kisah Seputar Kerawai Daun Sawi, Athalia proxima (Hymenoptera:Tenthredinidae). https://www.serbaserbihama.com/2022/08/kerawai-daun-sawi-athalia-proxima.html. Diakses tanggal (sebutkan).

No comments: