Wednesday, November 16, 2022

Awal Penemuan Kutu Daun Bawang, Neotoxoptera formosana, di Puncak

Oleh: Aunu Rauf

Penemuan dan identifikasi

Kawasan Puncak, yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor dan Cianjur, tak hanya menawarkan keindahan alam serta hawa yang sejuk dan segar, tetapi juga hamparan vegetasi sayuran. Bahkan, di Desa Sindangjaya (Pacet, Cianjur) terdapat kawasan yang disebut agropolitan, dengan jalan setapak bersemen di sepanjang bagian tengahnya (Gambar 1). 

Hamparan sayuran dataran tinggi di Pacet, Cianjur
Gambar 1. Hamparan sayuran di kawasan agropolitan Pacet (Cianjur), dengan jalan setapak bersemen untuk pejalan kaki (Foto: Aunu Rauf)

Beragam jenis sayuran dataran tinggi banyak dibudidayakan oleh petani di tempat ini. Sebut saja tomat, cabai, kubis, wortel, kacang buncis, bawang daun, dan sejenisnya.

Semenjak awal tahun 1990-an, saya kerap menyambangi kawasan ini. Bermula tatkala saya terlibat dalam kegiatan penelitian sayuran dari Program Nasional PHT. Kunjungan lapangan berlanjut hingga pertengahan tahun 2010-an, berkat adanya kerjasama antara IPB dengan Clemson University. Sesekali saya datang sambil mengantar tamu, entomologiwan dari AS (Gambar 2). 

Kunjungan entomologiwan dari AS
Gambar 2. Entomologiwan asing bersama petani bawang daun (Foto: Aunu Rauf). 

Siang itu, sekitar bulan Agustus tahun 1995, sewaktu blusukan ke lahan petani di Pacet, saya menjumpai tanaman bawang daun yang permukaannya dipenuhi oleh koloni kutu daun berwarna hitam (Gambar 3). 

Bawang daun terserang Neotoxoptera formosana
Gambar 3. Bawang daun dipenuhi oleh koloni kutu daun (Foto: Aunu Rauf)

Semasa mahasiswa hingga kemudian menjadi dosen, saya tak pernah mendengar kutu daun sebagai hama bawang. Kutu daun yang sangat polifag pun, seperti Myzus persicae (Sulz.) dan Aphis gossypii Glov., tak pernah dilaporkan menyerang bawang. 

Tak hanya itu. Buku Kalshoven, versi asli berbahasa Belanda (1950, 1951) dan versi revisi berbahasa Inggris (1981), sama sekali tak menyebut-nyebut adanya kutu daun pada bawang. Padahal, para entomologiwan berkebangsaan Belanda kala itu dikenal sangat telaten. Mereka selalu mencatat setiap apa yang dilihatnya di lapangan.

Keesokan harinya, temuan kutu daun pada bawang di Pacet itu lantas saya ceritakan kepada Prof. Soemartono Sosromarsono (almarhum, wafat 15 Mei 2022). Dengan berbekal kunci dari buku Blackman & Eastop (1985), Pak Soemartono mengidentifikasi kutu daun tersebut sebagai Neotoxoptera formosana (Takahashi) (Hemiptera: Aphididae). 

Pak Soemartono punya passion dalam identifikasi berbagai kutu tanaman. Sangat boleh jadi, ia mewarisi minat dan kepakaran dari Ibu Prof. Dr. HCCAA Vos. Nama lengkap sang pakar kutu tanaman itu, yang lahir di Breda tahun 1898, adalah Huguette Constance Cornelia Adriana Abdia Vos.

Tatkala Prof. Dr. HCCAA Vos menjadi dosen entomologi di IPB (1957-1958), menggantikan Prof. Dr. van der Vecht yang pulang ke negeri kelahirannya (lihat postingan sebelumnya), Ir. Soemartono Sosromarsono berstatus sebagai asisten dosen. Di luar hubungan dosen-asisten, interaksi juga terjalin sewaktu keduanya menjadi editor "IDEA", jurnal yang waktu itu diterbitkan oleh Perkumpulan Entomologi di Indonesia.

Umumnya kita mengenal nama HCCAA Vos dari publikasinya dengan judul "Introduction in Indonesia of Angitia cerophaga Grav., a parasit of Plutellla maculipennis Curt.", yang terbit pada "Pemberitaan Balai Besar Penjelidikan Pertanian" nomor 134 tahun 1953. 

Benar sekali. Dialah entomologiwan yang mendatangkan parasitoid Diadegma eucerophaga Horstm. dari New Zealand ke Indonesia pada tahun 1950, untuk pengendalian hama Plutella xylostella (L.) pada pertanaman kubis. Sejatinya, ia adalah pakar kutu tanaman. Gelar doktornya diperoleh dari Utrecht University pada tahun 1930, dengan disertasi tentang kutu putih Pseudococcidae.

Persebaran

Kutu daun Neotoxoptera formosana sebelumnya menyandang nama Fullawayella formosana Takahashi (Takahashi 1921). Negeri asal kutu daun N. formosana adalah Taiwan. Selanjutnya kutu daun ini menyebar ke berbagai belahan bumi lainnya.

Buku Blackman & Eastop (1985) menyebutkan persebaran hama ini, selain Taiwan, meliputi Jepang, China, Korea, Australia, Selandia Baru, Hawaii, dan Amerika Utara. Keberadaan kutu N. formosana di Eropa pertama kali dilaporkan di Perancis tahun 1984, Inggris 1999, Itali 2000, Jerman 2007, dan Belanda 2010. Penyebarannya di Amerika Latin juga terjadi pada kurun waktu itu: Chile tahun 1994, Brazil 1995, dan Argentina 1999.

Begitu pula, kehadiran hama ini di Indonesia diperkirakan tahun 1980-an, atau setidaknya 1990-an. Meski demikian, Indonesia belum tercantum pada peta persebaran N. formosana tahun 2022 yang dibuat oleh CABI (klik di sini). Bisa jadi, lantaran CABI mengacu pada buku "Aphids of Java" (Noordam 2004), yang memang belum melaporkan adanya N. formosana di Jawa. Ini bisa dimaklumi, karena buku Noordam disusun berdasarkan spesimen kutu daun yang dikoleksi sejak tahun 1913 hingga yang teranyar tahun 1978.

Pengenalan

Kutu daun N. formosana berwarna cokelat gelap hampir hitam (Gambar 4). Tubuh kutu dewasa tak bersayap (aptera) berukuran panjang 2.3 mm dan lebar 1.1 mm. Pada saat populasinya masih rendah, kutu ini kerap tak terlihat karena hidup pada bagian pangkal rumpun. 

Imago dan nimfa Neotoxoptera formosana
Gambar 4 . Kutu dewasa dan nimfa Neotoxoptera formosana (Foto: Aunu Rauf)

Biologi

Sebagaimana umumnya kutu daun (Aphididae), N. formosana tidak bertelur (ovipar), melainkan melahirkan nimfa (vivipar). Semua keturunannya betina, tak ada jantan seekor pun. Karenanya, perkembangbiakan berlangsung secara partenogenetik, tanpa perlu melalui perkawinan. 

Seekor induk betina mampu melahirkan nimfa sebanyak 45 ekor selama hidupnya. Nimfa terdiri dari empat instar, dengan masa perkembangan 12 hari. Masa prareproduksi 1.3 hari, reproduksi 18 hari, dan pascareproduksi 1.80 hari. Total lama hidup 33 hari. Data ini didasarkan pada penelitian Vasicek et al. (2005) pada bawang daun di Argentina.

Berdasarkan pengamatan lapangan selama ini, kutu N. formosana hanya terdapat di dataran tinggi. Satu hal yang menarik dari kehidupan N. formosana yaitu tak pernah ditemukan adanya imago yang bersayap (alata). Bahkan, pada kerapatan yang sangat tinggi sekali pun (Gambar 5). 

Koloni Neotoxoptera formosana
Gambar 5. Koloni Neotoxoptera formosana pada bawang daun (Foto: Aunu Rauf)

Ini berbeda dengan kutu daun pada umumnya. Pada kerapatan populasi yang tinggi dan berdesakan, berbarengan dengan penurunan kualitas makanan, kutu daun akan membentuk individu yang bersayap (alata), agar dapat memencar. Fenomena yang dikenal dengan istilah "crowding effect".

Tiadanya crowding effect pada N. formosana juga dilaporkan oleh Piron (2010) di Belanda dan Hori & Komatsu (1997) di Jepang. Anggarimurni (1997) memelihara 5 ekor induk N. formosana pada bawang daun di dalam kurungan di laboratorium, sewaktu kampus IPB masih di Baranangsiang. Setelah 3 bulan, populasi kutu meningkat menjadi sekitar 8.000-an ekor. Akan tetapi, ia tak menemukan seekor pun imago yang bersayap.

Meski begitu, beberapa pustaka menyebutkan bahwa sesekali dapat muncul individu N. formosana yang bersayap. Tampaknya ada faktor lain, di luar kondisi berdesakan dan kualitas makanan, yang menginduksi munculnya individu bersayap.

Tumbuhan inang

Kutu daun N. formosana bersifat oligofag. Tumbuhan inangnya meliputi berbagai spesies tanaman dari genus Allium. Sebut saja, bawang daun (Allium fistulosum L.), bawang bombai (A. cepa L.), bawang merah (A. ascalonicum L.), bawang putih (A. sativum L.), bawang prei (A. porrum L.), kucai (A. tuberosum Rottler ex Spreng), dan sejenisnya.

Lebih dari itu, N. formosana merupakan satu dari segelintir spesies kutu daun yang memanfaatkan bawang sebagai tumbuhan inang. Ini ada kaitannya dengan senyawa sulfur yang dihasilkan oleh tumbuhan Allium spp. Senyawa sulfur tersebut berperan sebagai atraktan bagi N. formosana. Misalnya, pada bawang daun, senyawa volatil utamanya adalah dipropil disulfida. Kutu N. formosana menggunakan senyawa ini untuk menemukan dan mengenali tumbuhan inangnya.

Kerusakan dan status hama

Layaknya kutu daun, perkembangan populasi N. formosana meningkat pesat pada musim kemarau. Koloni kutu daun kerap dijumpai memenuhi permukaan daun bawang. Jika daun yang terserang kemudian layu dan mengering, kutu akan berpindah ke daun lainnya yang masih segar (Gambar 6). 

Rumpun bawang daun mengering terserang Neotoxoptera formosana
Gambar 6. Bawang daun yang mengering akibat serangan kutu Neotoxoptera formosana
(Foto: Aunu Rauf)

Serangan berat yang berlangsung terus-menerus menyebabkan rumpun mati dan mengering. Namun, gejala kerusakan yang demikian umumnya hanya terjadi pada sebarisan rumpun yang tumbuh berdekatan (Gambar 7). Selama ini saya belum pernah melihat serangan yang meluas pada satu petakan. Pola serangan yang demikian juga dilaporkan di Perancis dan di Jerman (Piron 2010). 

Sekelompok tanaman bawang mati oleh Neotoxoptera formosana
Gambar 7. Sebarisan rumpun bawang daun yang mati terserang kutu Neotoxoptera formosana
(Foto: Aunu Rauf) 

Terhentinya serangan hanya pada beberapa rumpun, kecil kemungkinannya karena faktor musuh alami. Selama ini, saya hampir tak pernah menjumpai mumi atau predator yang berasosiasi dengan kutu N. formosana. Tiadanya individu yang bersayap, barangkali itulah penyebab utama terbatasnya serangan.

Menilik serangannya yang tak pernah meluas, kutu N. formosana bukanlah hama penting, yang serangannya dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis. Artinya, petani tak perlu panik. Apalagi, langsung menyemprotnya dengan insektisida.

Referensi

Anggarimurni D. 1997. Siklus Hidup dan Perkembangan Populasi Neotoxoptera sp. (Homoptera: Aphididae) pada Tanaman Bawang Merah (Allium cepa) dan Bawang Daun (Allium fistulosum) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Blackman RL, Eastop VF. 1985. Aphids on the world's crops: An identification guide. Chichester (UK): John Wiley & Sons.

Fakultas Pertanian IPB. 2001. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Lintas Waktu. Di dalam: Sejarah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Aspek Pendidikan. Bogor (ID): IPB Press.

Halstead AJ. 2000. An onion aphid, Neotoxoptera formosana (Takahashi) (Hemiptera: Aphididae), new to Britain. British Journal of Entomology and Natural History 13: 94.

Hori M. 2007. Onion aphid (Neotoxoptera formosana) attractants, in the headspace of Allium fistulosum and A. tuberosum leaves. J Appl Entomol 131(1): 8-12.

Hori M, Komatsu H. 1997. Repellency of rosemary oil and its components against the onion aphid, Neotoxoptera formosana (Takahashi) (Homoptera, Aphididae). Appl Entomol Zool 32(2): 303-310.

Noordam D. 2004. Aphids of Java. Part V: Aphidini (Homoptera: Aphididae). Zool. Verh. Leiden 346: 7-83.

Piron PGM. 2010. Appearence of Neotoxoptera formosana (Homoptera: Aphididae) in The Netherlands. Enomologische Berichten 70(1): 10-12.

Takahashi R. 1921. Aphididae of Formosa Part 1. Taihoku Agricultural Experiment Station, Goverment of Formosa. 

Vasicek A, Rossa L, Lopez F, Mendy C, Paglioni A. 2005. Evaluacions de los parametric biologicos y publacionales de Neotoxoptera formosana (Hemiptera: Aphidoidea) sobre tres Alliaceae horticolas en condiciones de laboratorio. Bol San Veg Plagas 31: 225-230.

Internet:

Neotoxoptera formosana Onion Aphid. https://influentialpoints.com/Gallery/Neotoxoptera_formosana_onion_aphid.htm. Diakses 7 November 2022.

Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Rauf A. 2022. Awal Penemuan Kutu Daun Bawang, Neotoxoptera formosana, di Puncak. https://www.serbaserbihama.com/2022/11/kutu-daun-bawang-neotoxoptera-formosana.html. Diakses tanggal (sebutkan).




4 comments:

ROSTAMAN OS said...

Hama ini sdh ada di kawasan Pratin Purbalingga Jawa Tengah. Menyebabkan tanaman bawang kerdil dan "terbakar"

Sang Pengamat Hama said...

Sekarang sudah tersebar luas di dataran tinggi di Indonesia.
Terima kasih Pak Rostaman sudah berkenan mampir di blog ini.

Unknown said...

Terdeteksi awal sebarannya di lokasi Horikultura Modoinding, Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara di sekitar bulan Nopember 2023, dan saat ini populasinya sangat tinggi pada beberapa desa di Kecamatan Modoinding.

Sang Pengamat Hama said...

Pak Jackson, terima kasih atas tambahan informasinya.