Friday, February 24, 2023

FC Drescher, Sang Kolektor Kumbang

Awalnya datang sebagai pengusaha, lalu beralih profesi jadi kolektor kumbang. Menghabiskan hidupnya selama 61 tahun di Bandung dan Cilacap. Nyaris ditangkap serdadu Jepang, tetapi selamat berkat koleksi serangganya.

Aunu Rauf

Sewaktu menyiapkan bahan untuk penulisan biografi Dr. LGE Kalshoven (klik di sini), artikel yang menyebutkan nama FC Drescher sebagai kolektor serangga kerap melintas di layar laptop. Kalshoven menjuluki FC Drescher sebagai "an ardent and successful collector of Coleoptera". 

Saya pun terdorong ingin tahu lebih jauh siapa dia, meng-unboxing penggalan sisi kehidupannya.

Nama lengkapnya Friedrich Carl Drescher. Lahir di Amsterdam pada 6 Mei 1874, dari keluarga keturunan Jerman. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah di Amsterdam pada 1891, ia mengadu nasib dengan bekerja pada HVA (Handels Vereeniging Amsterdam), yakni Asosiasi Pedagang Amsterdam. 

HVA, yang didirikan tahun 1878 di Amsterdam, bergerak dalam perdagangan gula, kopi, dan singkong. Kantor cabangnya tersebar di Manchester, Singapura, Batavia (Jakarta), Medan, Semarang, dan Surabaya. 

Awalnya, Drescher ditugaskan di kantor cabang Manchester. Lima  tahun  kemudian, ia dipindahtugaskan ke kantor cabang yang ada di Hindia Belanda (Indonesia). Singkat cerita, berangkatlah ia dengan kapal layar meninggalkan negeri kelahirannya. Setelah melewati hari-hari yang sangat panjang, melelahkan dan penuh tantangan, akhirnya ia berhasil menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Jawa pada 16 Agustus 1896.

Setelah bekerja hampir selama 16 tahun, tahun 1909 ia memilih untuk berhenti dari HVA. Bermodalkan tabungannya, ia beralih menjadi pengusaha dengan menjadi mitra bisnis dari Firma Rouwenhorst Mulder & Co yang belokasi di Cilacap. Perusahaan dagang ini memiliki pabrik minyak kelapa yang mengekspor hasilnya ke Europa.

Pada tahun 1920, ia menarik diri dari keterlibatan langsung dalam dunia bisnis. Walakin, ia tetap sebagai pemegang saham pada perusahaannya. 

***

Selepas berhenti dari kegiatan bisnis, ia menetap di Bandung dan Cilacap. Ia mencurahkan hampir seluruh waktunya, juga hartanya, pada hobi mengoleksi serangga. Utamanya kelompok Coleoptera. Kegemaran yang mendatangkan kepuasan batin tersendiri baginya. Memang, sejak usia kanak-kanak, Drescher sudah memperlihatkan passion pada entomologi.

Sejak itu, ia sering blusukan ke hampir seluruh pelosok di Jawa. Para asistennya yang orang pribumi dilatih cara mengoleksi kumbang, lalu dikirim ke berbagai lokasi di luar Jawa. Juga, para mamang buruh perkebunan teh di Lembang diminta bantuannya untuk mengoleksi kumbang. 

Tak hanya itu. Para bibi pemetik teh dibekali vial. Dua kali sebulan Drescher menyusuri jalan setapak yang membelah perkebunan teh itu untuk "memanen" kumbang hasil koleksian para bibi. Upah yang diterima bervariasi, tergantung jumlah dan jenis kumbang yang disetorkan. 

Dengan berbagai upaya itu, ia berhasil mengoleksi kumbang dalam jumlah banyak, baik kumbang yang unik dan jarang, maupun yang umum dijumpai. Ia memberi label untuk setiap spesimen dan menata koleksinya dengan sangat rapi.

Untuk keperluan identifikasi, ia banyak melakukan korespondensi dan mengirimkan spesimen kepada para spesialis di berbagai museum. Itulah sebabnya, banyak spesimen kumbang asal Indonesia tersimpan di museum mancanegara: Belanda, AS, Jerman, dan Inggris. 

Beruntung, museum besar seperti Smithsonian National Museum of Natural History di Washington AS sudah memulai program digitisasi terhadap spesimen koleksiannya. 

Secara virtual saya sempat berkunjung ke dalamnya. Di antara spesimen yang sudah didigitisasi, yang sempat saya lihat, adalah Coloborhombus drescheri Fisher (Gambar 1). 

Kumbang koleksi FC Drescher
Gambar 1. Spesimen Coloborhombus drescheri yang tersimpan di Smithsonian National Museum of Natural Hisory (Sumber: Smithsonian  National Museum of Natural Hisory. CC0

Seperti tertulis pada labelnya, kumbang ini dikoleksi oleh FC Drescher dari Gunung Tangkuban Perahu pada Desember 1933 (Gambar 2).

Keterangan koleksi kumbang C. drescheri
Gambar 2. Label untuk spesimen Coloborhombus drescheri (Sumber: Smithsonian National Museum of Natural History. CC0).

Kumbang lain yang sempat saya lihat, setidaknya fotonya, adalah Zatrephus javanicus Fisher (Gambar 3).

Kumbang koleksian FC Drescher
Gambar 3. Spesimen Zatrephus javanicus yang tersimpan di Smithsonian National Museum of Natural History (Sumber: Smithsonian National Museum of Natural History. CC0)

Kumbang ini juga dikoleksi oleh FC Drescher dari Baturaden, Gunung Slamet pada Oktober 1927 (Gambar 4).

Keterangan kumbang koleksian FC Drescher
Gambar 4. Label untuk spesimen Zatrephus javanicus (Sumber: Smithsonian National Museum of Natural History. CC0).

Begitulah FC Drescher, ia lebih menyukai kumbang ketimbang bisnis. Tatkala pada tahun 1938 ada ajakan berkunjung ke Europa untuk urusan bisnis, ia malahan lebih banyak menghabiskan waktunya di Museum Zoologi Amsterdam, menemui kenalannya dan berbincang-bincang tentang koleksi serangga.

Bahkan, koleksi kumbangnya yang terkumpul hingga tahun 1928, ia sumbangkan ke Museum Zoologi Amsterdam. Ia yakin betul bahwa koleksinya akan terawat dan termanfaatkan dengan baik. Ini karena kurator entomologinya adalah JB Corporaal, teman lamanya.

Sejatinya, JB Corporaal selama tahun 1917-1922 pernah bekerja di AVROS (Algemeene Vereeniging van Rubberplanters on the East Coast of Sumatra), asosiasi perusahaan perkebunan karet di Medan. Seperti halnya Drescher, ia juga seorang kolektor kumbang, khususnya famili Cleridae.

Setelah balik ke Jawa pada 25 September 1938, Drescher memulai lagi membangun koleksi kumbangnya yang baru. Kali ini dari bagian pulau yang lain, yaitu dari Sumatera Selatan dan Sulawesi Tengah. Kebanyakan dikoleksinya sendiri. 

Koleksi yang kedua ini kelak dibeli oleh Lieftinck pada Agustus 1946 untuk disimpan di Museum Zoologi Bogor (MZB). Kebetulan kala itu Lieftinck adalah Kepala MZB. 

Saya berkesempatan menelusuri koleksi kumbang di MZB melalui database Coleoptera yang tersedia pada Indonesia Biodiversity Information System (IBIS). Tercatat ada 1.547 spesimen kumbang. Banyak di antaranya adalah koleksian Drescher.

***

FC Drescher bukanlah ilmuwan. Ia hanyalah seorang peminat entomologi atau entomologiwan amatir. Karenanya, ia tak pernah menulis publikasi tentang kumbang. Ia tak perlu peduli dengan kum. Kalau pun ia memerlukan sistimatika kumbang, itu ia perlukan hanya untuk menata koleksinya agar sesuai dengan Coleopterorum Catalogus.

Koleksi kumbangnya telah menjadi basis bagi studi taksonomi oleh banyak spesialis dari berbagai belahan bumi. Misalnya, taksonomi kumbang Staphylinidae menjadi fokus kajian Dr. Malcolm Cameron dari National History Museum, London. Karena spesimennya banyak, publikasinya dipilah menjadi tiga bagian: Part I, Part II, dan Part III (Gambar 5)

Artikel tentang Staphylinidae
Gambar 5. Tiga artikel tentang taksonomi Staphylinidae yang berasal dari koleksi kumbang FC Drescher

Banyak kebaharuan (spesies baru) lahir dari kumbang koleksian FC Drescher. Dari kumbang Staphylinidae saja, yang dikirim ke Malcolm Cameron, tercatat ada 156 spesies baru. Belum lagi dari famili lainnya yang dikirim ke berbagai spesialis. 

Sebagai bentuk penghargaan terhadap dirinya, banyak spesies mengusung nama drescheri. Dengan menuliskan kata drescheri pada kotak pencarian dari Index to Organism Names, saya menemukan 158 spesies berepitet drescheri

Dari jumlah itu, sebanyak 144 spesies (91%) adalah Coleoptera. Sisanya ada Hemiptera (8 sp), Odonata (1 sp), dan Hymenoptera (2 sp). Bahkan ada Reptilia (2 sp) dan Moluska (1 sp). Kalaupun bukan seluruhnya, pastilah sebagian besar berasal dari spesimen yang dikoleksi oleh Friedrich Carl Drescher, sang kolektor kumbang itu.

***

Krisis ekonomi tahun 1930-an, menjelang Perang Dunia II, berimbas pada kegiatan bisnisnya. Usahanya pun kolaps. Drescher selanjutnya tinggal di suatu bungalo di dekat pabrik minyak kelapa di Karanggandul (Banyumas), yang dikelola oleh anak lelakinya.

Kecintaan Drescher pada Coleoptera berlangsung sepanjang hayat. Di mana pun ia tinggal, di rumahnya selalu ada kamar khusus yang disediakan untuk menyimpan kotak-kotak koleksi kumbangnya.

Ada peristiwa menarik yang dialami oleh Drescher. Ini terjadi setahun setelah pendudukan Jepang. 

Siang itu, 10 Januari 1943, dua orang serdadu Jepang mendatangi rumahnya. Alih-alih bersembunyi atau melarikan diri, dengan raut muka tenang ia malahan menemui serdadu Jepang itu, dan mengajak keduanya masuk kamar untuk melihat-lihat koleksi kumbangnya. 

Si serdadu Jepang tampak sangat terpesona dengan koleksi itu. Deja vu, terlintas dalam ingatannya Museum Zoologi Bogor (MZB) yang pernah didatanginya beberapa bulan sebelumnya. Kedua serdadu tadi pun bermaksud untuk merampas koleksi kumbang ini dan membawanya ke museum di Bogor, serta menangkap Drescher untuk ditempatkan di kamp penahanan. 

Namun, Drescher tetap bergeming tak mau bila harus berpisah dari koleksinya. Akhirnya disepakati, Drescher dan koleksi kumbangnya diangkut bersamaan ke Bogor.  

Tak lama berselang, nasib mujur menghampiri Drescher. Pada 12 Mei 1943, ia diminta untuk menjadi kurator entomologi di MZB. Posisi ini ia emban sampai setelah proklamasi kemerdekaan, bahkan hingga akhir hayatnya.

Konon, ia sangat menikmati iklim tropika. Sangat boleh jadi, karena di Indonesia tidak ada musim dingin, sehingga kapan saja ia bisa pergi ke lapangan untuk mengoleksi kumbang. Lebih dari itu, Indonesia adalah surganya biodiversitas serangga. Di benaknya, tak terbersit niatan sedikit pun untuk balik ke Europa. 

FC Drescher menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit St. Carolus-Jakarta pada 19 Desember 1957, pada usia 83 tahun. Ia meningggalkan warisan berupa koleksi kumbang yang tersebar di banyak museum besar di dunia. 

Referensi

Cameron M. 1936. Fauna Javanica: The Staphylinidae (Col.) collected by Mr. F.C. Drescher Part I. Tijdschrift Voor Entomologie 79: 25-54.

Cameron M. 1937. Fauna Javanica: The Staphylinidae (Col.) collected by Mr. F.C. Drescher Part II. Tijdschrift Voor Entomologie 80: 1-37.

Cameron M. 1939. Fauna Javanica: The Staphylinidae (Col.) collected by Mr. F.C. Drescher Part III. Tijdschrift Voor Entomologie 82: 1-29.

Kadarsan S, Djajasasmita M, Martodihardjo P, Somadikarta S. 1994. Satu Abad Museum Zoologi Bogor 1894-1994. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Kalshoven LGE. 1961. Habits and host-associations of Indomalayan Rhynchoporinae (Coleoptera, Curculionidae). Beaufortia 96(9): 49-73.

Lieftinck MA. 1958. In Memoriam FC Drescher (1874-1957). Entomologische Berichten 18(2): 17-18.

Lieftinck MA. 1958. Obituary: FC Drescher (1874-1957). Treubia 24: 131-134.

Internet:

Coleoptera. MZB Database.http://ibis.biologi.lipi.go.id/mzb/index.php?i=1&db=0. Diakses 20 Februari 2023.

Drescher, Friedrich Carl.  https://www.nationaalherbarium.nl/FMCollectors/D/DrescherFC.htm. Diakses 23 Februari 2023.

Index to Organism Names (ION). http://www.organismnames.com/query.htm?q=drescheri&Submit.x=0&Submit.y=0&searchType=simple&so=a0. Diakses 18 Februari 2023.

Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Rauf A. 2023. FC Drescher, Sang Kolektor Kumbang.  https://www.serbaserbihama.com/2023/02/drescher-kolektor-kumbang-coleoptera.html. Diakses tanggal (sebutkan).


2 comments:

Mesa said...

Terima kasih Prof, tulisan tentang kisah hidup F.C. Dreschernya sangat menarik. Memang spesimen-spesimen kumbang dari zaman kolonial di MZB kebanyakan adalah yang pernah dikoleksi oleh Drescher, khususnya dari daerah-daerah di Jawa Bagian Barat (mis. Preanger, Buitenzorg, dll.).

Salam,
Mesa (peneliti Coleoptera MZB)

Sang Pengamat Hama said...

Terima kasih mas Mesa atas apresiasinya.

Salam kenal kembali dari saya.
(Aunu Rauf)