Layaknya famili Attelabidae (Coleoptera), kumbang betina Strigapoderus javanicus membuat dondang dari lintingan daun tumbuhan inangnya. Pembuatannya menghabiskan waktu 1-2 jam, demi kelangsungan hidup sebutir telur.
Siang itu, Jumat 3 Februari 2023, setibanya di pekarangan rumah, sepulang dari jumatan di mesjid kompleks, saya mendapati ada seekor kumbang (Gambar 1) sedang bertengger pada permukaan daun jambu air semarang, Syzygium samarangense (Myrtaceae), yang tumbuh pada pot besar.
Gambar 1. Kumbang Strigapoderus javanicus sedang bertengger pada daun jambu air (Foto: Aunu Rauf) |
Sementara pada ranting di sebelahnya, beberapa lintingan daun menggelantung (Gambar 2). Warnanya tampak hijau segar, menandakan lintingan daun itu belum lama dibentuk. Sesekali lintingan tadi bergoyang ke kiri dan ke kanan, terkena terpaan angin. Kadang bergoyang tak beraturan.
Gambar 2. Lintingan daun pada pohon jambu air (Foto: Aunu Rauf) |
Memang, sejak pagebluk Covid 19 merebak, untuk mengusir rasa jenuh berdiam terus di rumah, saya mengisinya dengan merawat tanaman. Jebolan perguruan tinggi pertanian, masa tak bisa bercocok tanam. Walau sekadar skala pot.
Tak jauh dari situ, di sudut sebelah kanan dari pekarangan, dekat tembok yang berbatasan dengan rumah tetangga, tumbuh pohon salam, Syzygium polyanthum (Myrtaceae), setingggi kurang lebih dua meter. Pada tajuknya, juga tampak lintingan daun bergelantungan.
Oh ya, pohon salam ini memang sengaja ditanam. Istri saya kerap memetik daunnya untuk keperluan penyedap masakan. "Gulai, sayur asem, soto, sambel goreng tak bisa lepas dari daun salam", begitu ujarnya.
Kumbang apa ?
Melalui penelusuran di internet (http://attelabidae.narod.ru/S_javan_eng.htm), saya mengidentifikasi kumbang pada jambu air tadi sebagai Strigapoderus javanicus (Jekel) dari famili Attelabidae. Di buku Kalshoven tahun 1981, kumbang ini bernama Apoderus javanicus Jekel, dan masih bernaung di bawah famili Curculionidae.
Seluruh kumbang betina dari famili Attelabidae berperilaku sama. Membuat lintingan daun.
Dalam kepustakaan berbahasa Inggris, lintingan daun yang dibuat oleh kumbang Attelabidae kerap disebut "cradle" yang artinya dondang. Disebut demikian, karena lintingan daun ini berperan sebagai tempat perawatan pradewasa (telur-larva-pupa).
Untuk selanjutnya, saya akan menggunakan istilah dondang.
Sejatinya, ini bukan kali pertama saya melihat kumbang Attelabidae dan gejala dondangnya. Tetapi karena berada di pekarangan rumah, yang setiap hari dilewati, ini menawarkan kesempatan bagi saya untuk mengamati bagaimana dondang terbentuk. Alih-alih dikendalikan, apalagi diberantas, saya biarkan kumbang dengan leluasa membuat dondang. Hari demi hari.
Sekilas terlintas dalam benak saya, artikel lawas di jurnal Entomologische Mededeelingen van Nederlandsch-Indie terbitan tahun 1936. Penulisnya adalah Dr. J van der Vecht, yang kala itu bekerja sebagai peneliti pada Balai Penyelidikan Hama Tumbuhan (BPHT) di Buitenzorg (Bogor).
Artikel itu menceritakan perilaku pembuatan dondang oleh kumbang Apoderus clavatus Pasc. pada deris. Kini bernama Leptapoderus quadripunctatus (Gyllenhal). Kala itu, kumbang ini umum dijumpai di Kebun Raya Bogor.
Untuk mengamati proses pembuatan dondang di pekarangan rumah, selain artikel van der Vecht tadi, saya juga dipandu oleh artikel berjudul "Leaf cutting-patterns and general cradle formation process of thirteen Apoderinae (Coleoptera: Attelabidae) in Korea: Cradles of Attelabidae in Korea I", pada jurnal Entomological Research tahun 2012.
Tahapan pembuatan dondang
Pertama kumbang betina yang sudah kawin akan hinggap pada daun. Biasanya memilih daun yang masih muda. Kemudian kumbang akan melakukan inspeksi dengan berjalan mengitari daun. Tujuannya untuk membuat prakiraan tentang ukuran daun, tingkat kesegaran daun, dan ada-tidaknya hama. Bila tidak sesuai, kumbang akan pindah ke daun lain.
Bila sesuai, kumbang akan berjalan sepanjang tulang daun tengah, mulai dari ujung daun ke arah pangkal (Gambar 3). Tahap ini digunakan untuk menentukan di bagian mana ia nanti akan menggunting daun.
Gambar 3. Kumbang Strigapoderus javanicus sedang bejalan sepanjang tulang daun tengah (Foto: Aunu Rauf) |
Tahap berikutnya yaitu menggunting daun dengan bantuan mandibel. Pengguntingan dimulai dari satu tepi daun, melintasi tulang daun tengah, dan berhenti pada sisi daun lainnya. Hasilnya akan tercipta bekas guntingan berbentuk huruf "J" (Gambar 4). Berdasarkan kategori dari Park et al. (2012), pola pengguntingan yang demikian disebut tipe CC (curved-cutting type).
Gambar 4. Hasil guntingan berbentuk huruf "J" pada daun jambu air yang |
Pengguntingan bisa dimulai dari sebelah kiri atau kanan daun. Pengguntingan daun akan menghambat aliran air melalui tulang daun tengah, sehingga mempercepat daun layu.
Usai menggunting daun, selanjutnya kumbang akan berpindah ke permukaan bawah daun. Lantas, dengan cara menggigit, kumbang membuat takikan sepanjang tulang daun tengah. Jarak antar takikan tergantung pada besarnya lingkaran dondang yang akan dibuat.
Adanya takikan membuat daun lebih cepat layu dan mudah untuk dilinting. Kumbang juga membuat takikan pada tepi daun, yang nantinya akan dijadikan bagian alas dari dondang.
Setelah beberapa saat, usai daun mulai layu, kumbang akan memulai melinting daun. Diawali dengan melipat ujung daun sepanjang tulang daun tengah (Gambar 5)
Gambar 5. Kumbang Strigapoderus javanicus sedang melinting daun untuk pembuatan dondang (Foto: Aunu Rauf) |
Setelah melipat ujung daun sebanyak dua atau tiga kali, proses pelintingan terhenti sejenak. Kumbang terlebih dahulu membuat lubang ke dalam bakal dondang, dan kemudian meletakkan telur melalui lubang ini. Biasanya hanya satu butir telur per dondang.
Saya sempat membuka dondang yang berumur 3 hari, dan mendapati satu butir telur di dalamnya (Gambar 6). Sementara pada bagian ujung dondang terdapat lubang (Gambar 7), yang diperkirakan merupakan lubang tempat kumbang meletakkan telur.
Gambar 6.Telur Strigapoderus javanicus (tanda panah) yang diletakkan di dalam dondang (Foto: Aunu Rauf) |
Gambar 7. Lubang tempat peletakan telur oleh kumbang Strigapoderus javanicus (Foto: Aunu Rauf) |
Kumbang selanjutnya menuntaskan pembuatan dondang, dengan bergerak dari satu sisi ke sisi yang lain untuk melinting daun. Dondang yang dihasilkan berbentuk silinder atau tong, dan menggelantung pada sisi daun yang tak digunting (Gambar 8).
Gambar 8. Dondang yang dibuat oleh kumbang Strigapoderus javanicus (Foto: Aunu Rauf) |
Proses pembuatan satu dondang memerlukan waktu 1-2 jam. Selama 5 hari pengamatan, saya menjumpai sebanyak 28 dondang pada tajuk jambu air. Artinya, seekor kumbang betina membuat dondang sebanyak kira-kira 5-6 dondang per hari. Seolah tak kenal lelah. Banyaknya dondang yang dibentuk oleh seekor kumbang betina ini mengindikasikan tingkat keperidiannya.
Sembari kumbang betina membuat dondang, saya sempat menyaksikan seekor kumbang jantan pasangannya sesekali datang menjenguknya. Bukan untuk membantu, tapi hanya sekadar mengawasi agar tak ada jantan lain yang datang. Sangat posesif.
Bagi Anda, pembaca postingan ini, yang tertarik melihat bagaimana suatu jenis kumbang Attelabidae - yang pasti bukan S. javanicus - menggunting dan melinting daun untuk pembuatan dondang, silakan saksikan video unggahan HB Tang (klik di sini).
Siklus hidup
Tak ada informasi tersedia tentang biologi S. javanicus. Rupanya tak seorang pun pernah menelitinya. Oleh karenanya, sebagai gambaran umum, saya menggunakan data biologi dari genus yang sama, Strigapoderus transquebaricus (F.), yang hidup di India.
Telur. Telur berwarna kuning pucat dan berbentuk oval (Gambar 9). Berukuran panjang sekitar 1.2 mm dan lebar 0.7 mm. Masa inkubasi telur berkisar 3-4 hari.
Gambar 9. Telur Strigapoderus javanicus di dalam dondang (Foto: Aunu Rauf) |
Larva. Larva hidup di dalam dondang, makan jaringan daun yang membusuk pada dinding bagian dalam dari dondang.
Larva terdiri dari dua instar, dengan total masa perkembangan sekitar 15 hari. Larva instar lanjut berwarna kekuningan (Gambar 10), berukuran panjang sekitar 8 mm. Larva berkepompong di dalam dondang.
Gambar 10. Larva Strigapoderus javanicus (Foto: Aunu Rauf) |
Pupa. Pupa berwarna kuning pucat, berukuran panjang 8 mm dan lebar 3 mm (Gambar 11). Masa perkembangan pupa sekitar 9 hari.
Gambar 11. Pupa Strigapoderus javanicus (Foto: Aunu Rauf) |
Imago. Kumbang berwarna cokelat kemerahan, dengan marka hitam pada sayap depan. Panjangnya sekitar 10-12 mm (Gambar 12).
Gambar 12. Imago Strigapoderus javanicus (Foto: Aunu Rauf) |
Kumbang keluar dari dondang dengan membuat lubang bundar pada dinding dondang (Gambar 13).
Gambar 13. Lubang tempat keluarnya imago Strigapoderus javanicus dari dondang (Foto: Aunu Rauf) |
Setelah keluar dari dondang, kumbang segera makan pada jaringan permukaan atas dari daun muda (Gambar 14).
Gambar 14. Kumbang Strigapoderus javanicus sedang makan jaringan permukaan daun (Foto: Aunu Rauf) |
Aktivitas makannya menyisakan gejala berupa bercak-bercak putih transparan pada permukaan daun (Gambar 15). Di kemudian hari, daun ini akan memperlihatkan gejala bolong-bolong.
Gambar 15. Gejala pada daun jambu air akibat aktivitas makan kumbang Strigapoderus javanicus |
Kumbang dapat hidup selama 15 hari, dengan keperidian sekitar 30 butir telur.
Persebaran dan tumbuhan inang
Kumbang S. javanicus tersebar di Jawa, Sumatera, Malaysia, dan Thailand. Tumbuhan inangnya, selain jambu air dan salam, mungkin tumbuhan lainnya dari famili Myrtaceae. Juga dilaporkan menyerang gambir, Uncaria gambir (Rubiaceae).
Musuh alami
Saat membongkar dondang untuk memeriksa perkembangan pradewasa S. javanicus, saya menemukan kumpulan pupa parasitoid di dalam dondang (Gambar 16). Jumlahnya sekitar 15 ekor, berwarna kuning pucat dengan bakal mata berwarna merah.
Gambar 16. Kumpulan pupa parasitoid di dalam dondang (Foto: Aunu Rauf) |
Dondang yang berisi kumpulan pupa tadi saya simpan di dalam wadah plastik, yang dilengkapi kapas basah. Setelah sekitar 10 hari, muncul belasan imago parasitoid Eulophidae (Gambar 17). Menurut Kobayashi et al. (2015), beberapa spesies Eulophidae merupakan endoparasitoid pada larva Attelabidae.
Gambar 17. Imago parasitoid Eulophidae yang muncul dari dondang (Foto: Aunu Rauf) |
Saya juga sempat mengamati adanya seekor larva ektoparasitoid yang sedang memarasit pupa S. javanicus (Gambar 18)
Gambar 18. Larva parasitoid (tanda panah) sedang memarasit pupa Strigapoderus javanicus (Foto: Aunu Rauf) |
Sekitar tiga minggu kemudian, muncul imago parasitoid yang tergolong famili Pteromalidae (Gambar 19). Menurut Gupta (2018) genus Uniclypea sp. merupakan ektoparasitoid pada pupa S. tranquebaricus di India. Juga memarasit pupa S. javanicus pada gambir di Sumatera.
Gambar 19. Imago parasitoid Pteromalidae yang muncul dari dondang (Foto: Aunu Rauf) |
Masih ada satu lagi jenis parasitoid. Namanya Poropoea sp. (Trichogrammatidae) yang merupakan parasitoid telur S. javanicus. Tapi ini luput dari pengamatan saya.
Musuh alami tampaknya sangat berperanan dalam mengatur populasi kumbang S. javanicus. Dari 28 dondang yang saya jumpai, 22 di antaranya tanpa lubang tempat keluar kumbang. Artinya, hampir 80% pradewasanya mengalami kematian. Mungkin inilah penyebab serangan S. javanicus pada jambu air, di pekarangan rumah saya, tak berlanjut. Tak ada infestasi susulan.
Sebagai penutup, tak ada alasan bagi saya untuk tak mengatakan bahwa S. javanicus bukan serangga yang merugikan. Ia adalah kumbang yang perilakunya unik dan menarik.
Gupta A. 2018. A new species of Uniclypea Boucek, 1976 (Hymenoptera: Pteromalidae) parasitic on Apoderus tranquebaricus Fabricius (Coleoptera: Attelabidae) from India with notes on biology. Syst Parasitol 95(1): 115-120.
Kobayashi C, Matsuo K, Watanabe K, Nagata N, Suzuki-Ohno Y, Kawata M, Kato M. 2015. Arms race between leaf rollers and parasitoids: diversification of plant-manipulation behavior and its consequences. Ecological Monographs 85: 251-266.
Mamlayya AB, Aland SR, Gaikwad SM, Bhawane GP. 2011.Life history and diet breadth of Apoderus tranquebaricus Fab. (Coleoptera: Attelabidae). Biologial Forum An International Journal 2(2): 46-48.
Park J, Lee JE, Pak JK. 2012. Leaf cutting-patterns and general cradle formation process of thirteen Apoderinae (Coleoptera: Attelabidae) in Korea: Cradles of Attelabidae in Korea I. Entomological Research 42: 63-71.
Sakurai K. 1990. Leaf size recognition and evaluation by some attelabid weevils (3) Deporaus sp. Behaviour 115(3-4): 364-369.
Urban J. 2014. Apoderus coryli (L.) - a biologically little known species of of the Attelabidae (Coleoptera). Acta Universitatis Agriculturae et Zilviculturae Mendelianae Brunensis 62(5): 1141-1160.
van der Vecht J. 1936.Some notes of the life-history of Apoderus clavatus Pasc. (Col, Curculionidae). Ent Med Ned Indie 2(1): 9-12.
http://attelabidae.narod.ru/S_javan_eng.htm. Diakses 10 Februruari 2023.
https://www.youtube.com/watch?v=x5641C8yC_0. Diakses 21 Maret 2023.
Rauf A. 2023. Kumbang Strigapoderus javanicus Membuat Dondang Demi Sang Anak. https://www.serbaserbihama.com/2023/03/kumbang-strigapoderus-javanicus-attelabidae.html. Diakses tanggal (sebutkan).
4 comments:
Luar biasa, kagum dengan keuletan Bapak dalam mengamati life history serangga tersebut. Tidak sabar menanti tulisan-tulisan yang lain.
Terima kasih atas apresiasinya.
Liar biasa Pak...
Detail, runut dan ikhlas... Terlihat dr penuturannya yg mengalir deras tanpa jeda atau keraguan.
Terimakasih banyak atas sedekah ilmu pengetahuannya pak... Semoga berkah... Aamiin.
Terima kasih atas apresiasinya. Aamiin atas doanya.
Post a Comment