Tuesday, May 9, 2023

Riwayat Introduksi Parasitoid Anagyrus lopezi Lintas Benua

Parasitoid Anagyrus lopezi, yang diintroduksikan ke Indonesia pada akhir Maret 2014, diperkirakan merupakan generasi yang ke-790-an dari leluhurnya yang berasal dari Paraguay. Sebelumnya, ia sempat mengalami naturalisasi di Afrika dan Thailand.

Aunu Rauf dan Pudjianto

Sewaktu saya (AR) mem-posting artikel "Kutu Putih Singkong, Phenacoccus manihoti, Datang Tak Diundang" (klik di sini), seorang kolega menggoda saya. "Apakah memang ada yang diundang" ?, begitu selanya dengan nada bertanya. Saya yakin, sebetulnya ia tahu persis jawabannya. Ya, parasitoid Anagyrus lopezi adalah satu di antaranya (Gambar 1). Bahkan, bukan sekadar diundang. Dijemput.

Parasitoid
Gambar 1. Parasitoid Anagyrus lopezi sedang memarasit nimfa kutu putih singkong (Foto: Juwita Suri Maharani)

Berikut, kisah selengkapnya.......

Bermula di Afrika

Tatkala untuk pertama kalinya sejenis kutu putih menyerang singkong di Zaire dan Kongo pada tahun 1973, tak seorang pun tahu apa namanya. Maklum hama baru.

Dan, tak perlu menunggu pemberian nama, kutu ini segera menyebar dengan cepat dan menyerang 70% dari wilayah yang disebut sabuk singkong (cassava belt) Afrika. Kehilangan hasil mencapai 84%. Banyak pemerintahan di benua itu yang lantas mengendalikannya dengan penyemprotan insektisida.

Adalah Dr. Hans Rudolf Herren yang kemudian mengusulkan introduksi musuh alami dari negeri asal hama, ketimbang penggunaan insektisida. Kala itu, ia adalah satu-satunya orang yang menggeluti pengendalian hayati di International Institute of Tropical Agriculture (IITA), Ibadan, Nigeria.

Pertanyaan lantas mengemuka. Dari mana hama ini datang ?. Tak seorang pun tahu. Namun, para pakar taksonomi kutu putih memperkirakannya dari Amerika Latin, sebagaimana halnya tanaman singkong berasal. Perburuan musuh alami pun dimulai dari wilayah ini (Gambar 2).

Importasi parasitoid
Gambar 2. Introduksi parasitoid Anagyrus lopezi dari wilayah asal ke belahan bumi lainnya (tanda panah) (Data diperoleh dari berbagai sumber)

Tim pakar dari Commonwealth Institute of Biological Control (CIBC), sekarang tergabung dalam CABI, bergerak menjelajahi kebun singkong di Karibia, Venezuela, Guyana, dan Brazil. Perburuan itu berlangsung selama kurun waktu 1977-1980.

Di Guyana dan Brazil, mereka menemukan kutu putih pada singkong berikut parasitoidnya. Namun, ketika parasitoid tadi dibawa ke Kongo dan dipelihara pada kutu putih singkong, ternyata gagal berkembang biak. 

Rupanya, parasitoid ini berasal dari spesies kutu putih yang berbeda. Belakangan diketahui bahwa kutu itu adalah Phenacoccus hereni. Memang, morfologi dan gejala serangannya mirip dengan P. manihoti. Inilah bukti pentingnya taksonomi dalam pengendalian hayati. 

Tak ada lema patah semangat di dalam kamus para pegiat pengendalian hayati. Eksplorasi musuh alami dimulai lagi pada tahun 1980. Kali ini langsung oleh Tim dari IITA. Selama kurun waktu dua tahun, pertanaman singkong di AS bagian selatan, Meksiko, Amerika Tengah, Colombia disambangi. Lagi-lagi yang ditemukan hanya P. hereni

Keberuntungan akhirnya datang menghampiri. Pada tahun 1981, P. manihoti dijumpai di Paraguay oleh Dr. AC Bellotti dari CIAT-Colombia. Sangat sulitnya menemukan P. manihoti barangkali mengindikasikan betapa efektif musuh alaminya. 

Pada tahun itu juga, atas permintaan IITA, Tim entomologiwan dari CIBC berangkat menunju Paraguay. Dan, untuk pertama kalinya parasitoid Anagyrus lopezi ditemukan. Itu pun setelah dibantu dengan infestasi buatan. Pucuk-pucuk singkong diinfestasi dengan sekitar 300 ekor nimfa kutu putih P. manihoti hasil pembiakan di laboratorium.

Parasitoid ini lantas diterbangkan ke Afrika untuk diperbanyak secara massal di laboratorium. Pelepasan perdana dilakukan pada November 198di kebun singkong di Nigeria. 

Kurang dari 1,5 tahun sejak dilepas, parasitoid berhasil menetap pada jarak 170 km dari titik awal pelepasan. Dan, sampai tahun 1993, parasitoid A. lopezi telah menyebar dan menetap di 30 negara di Afrika, serta mampu menekan serangan kutu putih secara signifikan.

Tak heran, bila pada tahun 1995 Dr. Hans Rudolf Herren dianugerahi World Food Prize berkat jasanya dalam pengendalian hayati kutu putih singkong.

Thailand negara pertama di Asia

Tatkala 32 tahun kemudian, tepatnya tahun 2009, keberadaan kutu putih singkong terendus di Thailand, pemerintah setempat segera mendatangkan 500 ekor parasitoid A. lopezi dari Republik Benin dengan bantuan IITA. Kegiatan introduksi parasitoid ini diinisiasi oleh Dr. Amporn Winotai dari Departemen Pertanian Thailand.

Pengendalian hayati kutu putih singkong di Thailand mendapat dukungan penuh dari pihak swasta, yaitu Thai Tapioca Development Institute atau disingkat TTDI. Lembaga nirlaba ini pendanaannya didukung oleh industri tapioka.

TTDI berkontribusi dalam penyediaan fasilitas bangunan, ruangan, dan peralatan lainnya (Gambar 3), serta teknisi untuk perbanyakan parasitoid A. lopezi (Gambar 4). Kedua foto ini saya ambil ketika kami (Dr. Pudjianto, Dr. KAG Wyckhuys, dan Dr. Aunu Rauf) berkesempatan mengunjungi TTDI pada 29 Maret 2014. 

Fasilitas perbanyakan parasitoid
Gambar 3. Salah satu sudut ruangan pembiakan massal parasitoid Anagyrus lopezi di kompleks TTDI (Foto: Aunu Rauf)

Petugas perbanyakan parasitoid
Gambar 4. Teknisi sedang mengumpulkan imago parasitoid Anagyrus lopezi yang lepas dari kurungan (Foto: Aunu Rauf)

"Ini merupakan fasilitas perbanyakan parasitoid terbesar di dunia yang pernah ada", begitu ujar Dr. Amporn Winotai. Tak ada alasan bagi saya untuk menafikannya. Saya menyaksikannya dengan mata kepala sendiri. Dan, ini murni swasta. Perasaan iri pun terlahir seketika, kapan hal serupa terjadi di Indonesia.

Pengendalian hayati kutu putih singkong dengan parasitoid A. lopezi selanjutnya merebak ke negara sekitar. Sebut saja Laos, Cambodia, dan Vietnam. Ini tak lepas dari adanya dua proyek regional. 

Pertama, Spread Prevention and Management of Cassava Pink Mealybug in the Greater Mekong Subregion, yang dikoordinasikan oleh FAO. Kedua, Emerging Pests of Cassava in Southheast Asia, yang dikoordinasikan oleh CIAT.

Indonesia: Dari penjemputan hingga pelepasan

Tatkala jenis hama yang sama terkonfirmasi keberadaannya di Indonesia pada September 2010, Indonesia pun mengikuti jejak langkah yang dilakukan oleh Thailand. Mengintroduksikan parasitoid A. lopezi.

Ini bermula dari komunikasi saya dengan Dr. Rod Lefroy, Regional Coordinator CIAT in Asia, pada 11 November 2011. Dan, setelahnya berlanjut dengan Dr. Kris AG Wyckhuys, entomologiwan di CIAT-Vietnam. Ia menawarkan kerjasama dan bantuan untuk mendatangkan parasitoid A. lopezi dari Thailand ke Indonesia.

"Ini tawaran yang tak boleh disia-siakan", begitu pikir saya. Terutama mengingat sejarah keberhasilan di Afrika, yang membuktikan bahwa A. lopezi merupakan parasitoid yang gacor. Saya pun mengiyakan, dan segera menyiapkan persyaratan yang diperlukan. 

Yang paling penting, sudah tentu, adalah mengurus perizinan pemasukan parasitoid A. lopezi. Surat permohonan izin dari Dekan Fakultas Pertanian-IPB, tertanggal 16 September 2013, saya tenteng sendiri ke Jakarta. Di sana, saya bertemu dengan Dr. Antarjo Dikin, Kepala Pusat Karantina Tumbuhan.

Setelah melalui tiga kali rapat dengan Komisi Agens Hayati, setahun kemudian saya berhasil mengantongi Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 03/Kpts/SR.120/01/201tentang Pemberian Izin Pemasukan Parasitoid A. lopezi.

Singkat cerita, berbekal SK itu, pada tanggal 26 Maret 2014 terbanglah kami (Dr. Pudjianto dan Dr. Aunu Rauf) dari Jakarta menuju Bangkok. Sementara, pada hari yang sama, Dr. KAG Wyckhuys terbang dari Hanoi. Transportasi dan akomodasi untuk AR ditanggung oleh CIAT-Vietnam, sedangkan untuk Pak Pudji oleh IPM-CRSP/USAID.

Di Bangkok, kami bertiga sempat mengunjungi kantor FAO-RAP, dan berdiskusi dengan Dr. J Ketelaar dan Dr. Piao Yongfan, perihal persyaratan introduksi musuh alami.

Esok harinya, difasilitisasi oleh Dr. Amporn Winotai, kami mengunjungi laboratorium pembiakan massal parasitoid A. lopezi dari Department of Agriculture (DoA) dan Department of Agriculture Extension (DoAE)-Thailand. 

Hari terakhir di Bangkok, 29 Maret 2014, kami berkesempatan berkeliling melihat-lihat fasilitas pembiakan massal A. lopezi di kompleks TTDI (lihat Gambar 3 dan 4 sebelumnya). Dr. Amporn Winotai, sebagai konsultan TTDI, juga hadir.

Siangnya, saat berpamitan untuk berangkat menuju Suvarnabhumi International AirportDr. Amporn Winotai menyerahkan buah tangan berupa kotak kardus berisi 1.700 pasang imago parasitoid A. lopezi (Gambar 5). 

Serah terima parasitoid
Gambar 5. Dr. Amporn Winotai (kiri) menyerahkan kotak kardus berisi imago parasitoid Anagyrus lopezi kepada Dr. Aunu Rauf (kanan) (Foto: KAG Wyckhuys)

Taksiran saya, ini adalah generasi ke-790-an dari leluhurnya yang tiba di Nigeria pada tahun 1981. Perhitungannya: (2014 - 1981) x 12 x 2 = 792; didasarkan pada siklus hidup A. lopezi sekitar 15 hari. 

Menyertai kotak kardus tadi, sepucuk surat pernyataan berkop TTDI dengan tanda tangan Dr. Amporn Winotai. Bunyinya:

To whom it may concern,

I would like to confirm that the parasitoids hand carry by Dr. Aunu Rauf are laboratory culture of 500 pairs of Anagyrus lopezi (Hymenoptera: Encyrtidae) produced from Pest Management Center, Chonburi, and 1,200 pairs of A. lopezi from Thai Tapioca Development Institute (TTDI), Huay Bong, Nakhon Ratchasima. I assure that both batches of parasitoids are free from hyperparasitoids, entomophatogenic fungi, and any other contaminants or disease agents that may interfere with efficacy of A. lopezi. ......

Karena tiba di Bogor menjelang pk 23.00 WIB, parasitoid sempat bermalam di salah satu kamar di rumah. Besoknya baru dibawa ke laboratorium di Kampus IPB-Darmaga untuk dipelihara dan diperbanyak. 

Sebelumnya, Dr. Pudjianto memeriksa seluruh individu parasitoid di bawah mikroskop untuk memilah seandainya masih ada individu yang bukan A. lopezi.  Parasitoid yang telah murni lantas dipelihara di dalam kotak plastik dengan penutup yang terbuat dari kain kasa (Gambar 6), dengan inang nimfa instar-2 dan -3 kutu P. manihoti.

Perbanyakan awal parasitoid
Gambar 6. Kurungan untuk perbanyakan awal parasitoid Anagyrus lopezi (Foto: Aunu Rauf)

Pembiakan massal generasi selanjutnya menggunakan kurungan berukuran besar. Ini dilakukan oleh Pak Wawan Yuandi, laboran handal dan berpengalaman (Gambar 7).

Kurungan perbanyakan parasitoid
Gambar 7. Pak Wawan Yuandi sedang membiakkan parasitoid Anagyrus lopezi  dalam kurungan besar (Foto: Aunu Rauf)

Kehadiran parasitoid A. lopezi di laboratorium menawarkan kesempatan penelitian bagi banyak mahasiswa pascasarjana. Sebut saja Rani Dessy Karyani, Evie Adriani, Budi Abduchalek, Juwita Suri Maharani, Nopriawansyah, dan Zainal Fanani. Topik penelitian berkisar dari uji kekhususan inang hingga evaluasi pelepasan di lapangan.

Sudah tentu, pelepasan parasitoid adalah tujuan utama dari diintroduksikannya A. lopezi. Sebelum pelepasan, terlebih dahulu diadakan pelatihan identifikasi kutu putih singkong dan perbanyakan parasitoid A. lopezi (Gambar 8). Pelatihan diikuti oleh para peneliti dari Perguruan Tinggi, Badan Litbang Pertanian, LIPI, dan petugas dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Pelatihan perbanyakan parasitoid
Gambar 8. Para peserta pelatihan sedang mengikuti penjelasan tentang pembiakan massal parasitoid Anagyrus lopezi (Foto: Aunu Rauf)

Keesokan harinya, 24 September 2014, para peserta pelatihan mengikuti Seminar "Kutu Putih Singkong vs Parasitoid: Pengelolaan Hama Asing Invasif Berbasis Ekologi" bertempat di Hotel Gumati-Sukaraja (Gambar 9). Seminar ini dikoordinasikan  oleh Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB.

Seminar Anagyrus lopezi
Gambar 9. Seminar yang dilaksanakan sebelum pelepasan parasitoid Anagyrus lopezi (Foto: Nadzirum Mubin/Mahardika Gama)

Seminar diakhiri dengan pelepasan terbatas parasitoid A. lopezi  ke dalam kurungan berisi tanaman singkong, yang sebelumnya sudah diinfestasi dengan nimfa P. manihoti (Gambar 10 dan 11). 

Kurungan untuk pelepasan parasitoid
Gambar 10. Kurungan kasa tempat pelepasan terbatas parasitoid Anagyrus lopezi (Foto: Aunu Rauf)

Pelepasan parasitoid
Gambar 11. Pelepasan parasitoid Anagyrus lopezi ke dalam kurungan kasa (Sumber: Deutsche Welle) 

Harapannya, dalam waktu 3-4 minggu, parasitoid ini akan berkembang biak di dalam kurungan. Baru kemudian keturunannya dilepaskan ke alam bebas.

Namun, harapan itu sirna. Tatkala dua hari kemudian saya datang ke lokasi, ternyata kurungan sudah terbuka. Sangat boleh jadi sengaja dibuka !. Rupanya, petani tak sabar lagi menunggu parasitoid A. lopezi menyebar ke kebunnya. Apa boleh buat !.

Pelepasan parasitoid pada kebun singkong di Cimahpar ini banyak diliput oleh media massa, baik nasional maupun asing. Berbagai pemberitaan itu dikompilasi di dalam suatu dokumen berjudul "Parasitic Wasp Release Promotion Indonesia" (Gambar 12), lengkap dengan tautannya. 

Kompilasi berita pelepasan parasitoid
Gambar 12. Sampul depan dari dokumen yang berisi kompilasi pemberitaan tentang pelepasan parasitoid Anagyrus lopezi (Sumber: CIAT-Vietnam)

Di antara tautan berita elektronik yang masih aktif atau bisa diklik adalah: 

KOMPAS: Basmi Hama Singkong, IPB Lepaskan 2.000 Tawon. http://sains.kompas.com/read/2014/09/24/17255001/Basmi.Hama.Singkong.IPB.Lepaskan.2.000.Tawon

INSIDE SCIENCE: Indonesia Cassava Might Be Saved By Parasitic Wasp. http://www.science20.com/inside_science/indonesia_cassava_might_be_saved_by_parasitic_wasp-145728

ALJAZEERA: Tiny wasps deployed to kill crop-eating pests. http://www.aljazeera.com/indepth/features/2014/09/tiny-wasps-deployed-kill-crop-eating-pests-2014928103046731639.html

Tak hanya berbentuk berita. Pelepasan parasitoid tersebut telah pula dijadikan topik perbincangan pada acara talkshow "First Up" di Bloomberg TV (USA).  Sayangnya, jejak digitalnya kini tak mudah lagi untuk dilacak. Beruntung, saya sempat menyimpan tangkapan layarnya (screen shot) (Gambar 13).

Gelar wicara pelepasan parasitoid
Gambar13. Screen shot dari acara talkshow di Bloomberg TV yang memperbincangkan pelepasan parasitoid Anagyrus lopezi di Bogor, Indonesia (Sumber: Bloomberg TV)

Kesuksesan A. lopezi di Afrika dan Thailand berulang di Indonesia. Tiga tahun setelah pelepasan, tepatnya pada 2017, parasitoid A. lopezi telah tersebar luas pada pertanaman singkong di seluruh Jawa, Lampung, dan yang terjauh Lombok.

Untuk mempercepat penyebarannya di seluruh Nusantara, kita tak perlu menunggu pemencaran secara alami. Kita pun dapat melakukan introduksi antar pulau, seperti yang diinisiasi oleh Evie Adriani SP, M.Si. Pada tahun 2020, ia mendatangkan A. lopezi dari Bogor ke Gorontalo. 

Selanjutnya giliran India

Kisah introduksi parasitoid A. lopezi tampaknya belum mau berakhir. Tatkala kutu putih singkong masuk ke India pada tahun 2020, tahun berikutnya didatangkanlah parasitoid A. lopezi langsung dari cabang IITA di Republik Benin. 

***

Begitulah kisah introduksi parasitoid A. lopezi dari negeri leluhurnya di Paraguay ke benua Afrika. Dan, 20 tahun kemudian berlanjut ke Asia.

Prof. Paul DeBach, embahnya pakar pengendalian hayati, Guru Besar Emeritus pada Department of Entomology, University of California-Riverside, pernah menjuluki pengendalian hayati dengan parasitoid Anagyrus lopezi sebagai "the truly international nature of biological control". Itu dulu, tahun 1991, kala pemanfaatan A. lopezi masih terbatas di berbagai negara di Afrika. 

Andai saja Prof. DeBach sekarang masih hidup, boleh jadi ia akan menjulukinya  "the truly global nature of biological control". Benar sekali, pengendalian hayati berskala global. Merentang panjang, meliputi puluhan negara di benua Afrika dan benua Asia.

Referensi

Abduchalek B, Rauf A, Pudjianto. 2017. Kutu putih singkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae): Persebaran Geografi di Pulau Jawa dan Rintisan Pengendalian Hayati. Jurnal HPT Tropika 17 (1): 1-8.

DeBach P, Rosen D. 1991. Biological Control by Natural Enemies. New York: Cambridge University Press.

Fanani MZ, Rauf A, Maryana N, Nurmansyah A, Hindayana D. 2019. Geographic distribution of the invasive mealybug Phenacoccus manihoti and its introduced parasitoid Anagyrus lopezi in parts of Indonesia. Biodiversitas 20(12): 3751-3757.

Lapointe SL. 2015. A tribute to Dr. Anthony C Bellotti and his contribution to cassava entomology. Florida Entomologist 98(2): 810-814.

Lohr B, Varela AM, Santos B. 1990. Exploration for natural enemies of the cassava mealybug, Phenacoccus manihoti (Homoptera: Pseudococcidae), in South America for the biological control of this introduced pest in Africa. Bulletin of Entomological Research 80: 417-425.

Winotai A, Goergen G, Tamo M, Neuenschwander P. 2010. Cassava mealybug has reached Asia. Biocontrol News Inf. 31:10-11

Wyckhuys KAG, Rauf A, Ketelaar J. 2014. Parasitoid introduced into Indonesia: part of a region-wide campaign to tackle emerging cassava pests and diseases. Biocontrol News Inf 35(4): 35-37. 

Internet

Dr. Hans Rudolf Herren. https://www.worldfoodprize.org/en/laureates/19871999_laureates/1995_herren/. Diakses 26 April 2023.

Humbling Arrival of an Exotic Parasitic Wasp to Tackle Invasive Cassava Mealybug Menace in India. https://www.nbair.res.in/sites/default/files/2022-03/A-lopezi-for%20website.pdf. Diakses 7 April 2023. 

Role of the Thailand Tapioca Development Institute in the control of the tapioca mealybugs. https://tapiocathai.org/English/pdf/mealy%20bugs/Role%20of%20TTDI%20in%20control%20of%20mealy%20bugs.pdf. Diakses 22 April 2023.

Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Rauf A, Pudjianto. 2023. Riwayat Introduksi Parasitoid Anagyrus lopezi Lintas Benua. https://www.serbaserbihama.com/2023/05/introduksi-parasitoid-anagyrus-lopezi.html. Diakses tanggal (sebutkan).



No comments: