Saturday, February 24, 2024

Kupu-Kupu Jeruk, Papilio demoleus L., Bukan Serangga Asli Indonesia

Tahun 1980-an Papilio demoleus malayanus dan Papilio demoleus demoleus datang ke Indonesia. Yang disebut pertama datang dari Malaysia melalui Sumatera, yang kedua dari Taiwan melalui Filipina.

Aunu Rauf

Lima bulan yang lalu, saya membeli cangkokan jeruk nipis. Tingginya kira-kira 0.5 m. Tiga butir buah setengah matang menggantung pada salah satu dahannya. 

Pembelian itu merupakan upaya untuk melengkapi koleksi tabulampot yang sudah ada sebelumnya. Rambutan, sawo, jambu air, belimbing, sirsak, lengkeng, dan kedondong. Bahkan, cangkokan jamblang pun saya punya. 

Tak sekadar mengharapkan memetik buahnya, serangga hama juga saya nantikan kedatangannya. Pastinya untuk pengayaan konten blog. Memang benar kata orang, ngeblog itu mengasyikkan. Terlebih, karena saya tak perlu lagi kum publikasi jurnal. Sinta-6 sekalipun.

Harapan datangnya serangga hama terkabulkan. Tak perlu menunggu lama, cangkokan jeruk nipis tadi diserang sekumpulan ulat berwarna hijau, dengan garis miring hitam pada bagian abdomennya (Gambar 1). Tubuhnya tampak lucu, ... gemoy pula.... Tak diragukan lagi, itu adalah ulat yang tergolong famili Papilionidae.

Ulat dari kupu-kupu jeruk
Gambar 1. Ulat Papilio demoleus malayanus menyerang cangkokan jeruk nipis (Foto: Aunu Rauf)

Jujur, awalnya saya tak terlalu peduli. Alasannya sederhana, tak ada sesuatu yang baru. Ulat Papilionidae sejak dahulu kala sudah umum menyerang jeruk. Ini sebagaimana terdokumentasikan dalam buku "Memberantas Hama-Hama Djeruk" karangan Tjoa Tjien Mo, terbitan Pusat Djawatan Pertanian Rakjat Djakarta Tahun 1956. Hal yang sama saya peroleh di bangku kuliah, pertengahan tahun 1970-an.

Tjoa Tjien Mo adalah pegawai pada Instituut voor Plantenziekten, yang setelah kemerdekaan berubah nama menjadi Balai Penyelidikan Hama Tumbuh-Tumbuhan (BPHT). Kala itu, sangat boleh jadi, ia adalah asistennya Dr. LGE Kalshoven. 

Tjoa Tjien Mo lahir di Fort de Kock (Bukittinggi) pada 17 Maret 1905. Pertengahan tahun 1970-an ia pindah ke Belanda, dan meninggal dunia di Amsterdam pada Oktober 1978.

Dalam buku Tjoa Tjien Mo itu disebutkan ada tiga spesies Papilionidae yang ulatnya merupakan hama jeruk. Mereka adalah kupu-kupu pastur (Papilio memnon L.), kupu-kupu mutiara berekor (Papilio demolion Cram.), dan kupu-kupu mutiara (Papilio polytes L.). 

Ketiganya disajikan secara rinci, lengkap dengan gambar ulat dan kupu-kupunya. Lukisan tangan tentunya. Di bawah setiap gambar tertera nama Sudirdja dan M. Kurdi. Ya, itulah dua dari lima orang pelukis serangga yang dimiliki oleh Balai Penyelidikan Hama Tumbuh-Tumbuhan. 

Tiga nama lainnya yaitu A. Kosasih, Sudjana, dan Ojong Surjadi. Keberadaan pelukis serangga sangat diperlukan oleh balai yang menekuni penelitian hama. Maklum, kala itu belum ada fasilitas fotografi yang memadai. Boleh jadi belum ada kamera yang dilengkapi lensa makro. Apalagi mikroskop digital Dino-Lite.

Terus terang saja, saat cangkokan jeruk nipis diserang ulat, saya tak punya bayangan ulat spesies apa itu. Karenanya, demi untuk memastikan spesies kupu-kupu apa yang kelak keluar, saya korbankan tabulampot jeruk nipis tadi, daunnya dilahap ulat hingga sebagian tajuknya gundul (Gambar 2). 

Tajuk jeruk nipis yang gundul diserang ulat
Gambar 2. Cangkokan jeruk nipis yang sebagian tajuknya gundul akibat serangan ulat Papilio demoleus malayanus (Foto: Aunu Rauf)

Alih-alih dikendalikan, apalagi disemprot insektisida, saya biarkan ulat tadi leluasa menikmati hidupnya hingga berkepompong (Gambar 3). Hari demi hari berlalu, saya tak sabar menanti kemunculan kupu-kupunya.

Kepompong kupu-kupu jeruk
Gambar 3. Pupa Papilio demoleus malayanus (Foto: Aunu Rauf)

Belasan hari berselang, kupu-kupu yang dinanti pun muncul (Gambar 4). Heran saya ... !. Corak sayapnya sama sekali tak menyerupai satu pun dari kupu-kupu yang disebutkan di dalam buku Tjoa Tjien Mo. Artinya, bukan P. memnon, bukan P. demolion, dan bukan pula P. polytes.

Kupu-kupu jeruk
Gambar 4. Kupu-kupu Papilio demoleus malayanus (Foto: Aunu Rauf)

Sejujurnya, saya awam perihal ulat Papilionidae yang menyerang jeruk. Mungkin, karena bertahun-tahun, godaan, tawaran, dan kesempatan penelitian hama umumnya lebih sering datang dari tanaman pangan dan sayuran. Kala itu, hama tanaman buah dipandang sebelah mata. Sudah tentu, kecuali lalat buah Bactrocera spp.

Nah, kepastian nama spesies akhirnya diperoleh setelah saya mengunjungi blog "Butterflies of Singapore: A Tribute to Nature's Flying Jewels" (klik di sini). Ya, kupu-kupu yang ulatnya menyerang jeruk nipis itu adalah Papilio demoleus. Lebih tepatnya Papilio demoleus malayanus.

Sejatinya, ada lima subspesies P. demoleus. Rinciannya yaitu P. demoleus demoleus (=libanius), P. demoleus malayanusP. demoleus sthenelus, P. demoleus sthenelinus, dan P. demoleus novoguineensis.

Kelima subspesies itu membentuk dua gugus (barat dan timur), dengan persebaran geografis yang terpisah tegas. 

Gugus barat terdiri dari P. d. demoleus yang terdapat di sekitar Teluk Persia, India, Srilanka, China subtropik hingga selatan Jepang dan Taiwan. Satunya lagi adalah P. d. malayanus yang terdapat di selatan Myanmar dan Semenanjung Melayu. 

Gugus timur terdiri dari P. d. sthenelinus yang terdapat di NTT (Alor, Komodo, Flores, Sumba dan Sumbawa), P. d. sthenelus yang terdapat di Australia, dan P. d. novoguineensis yang keberadaanya terbatas di sekitar Port Moresby (Papua Nugini). 

Kedua gugus subspesies ini memperlihatkan perbedaan cara hidup. Gugus barat (P. d. demoleus, P d. malayanus), tumbuhan inang utamanya adalah jeruk (Citrus spp) dan tumbuhan anggota famili Rutaceae lainnya. Sementara, gugus barat (P. d. sthenelinus, P.d. sthenelus, P. d. novoguineensis) hanya hidup pada Fabaceae (Cullen sp.), dan karenanya tak pernah tercatat sebagai hama jeruk.

Dari kelima subspesies itu, hanya P. d. malayanus dan P. d. demoleus yang tergolong invasif. Utamanya P. d. malayanus. Anda dapat menyimak perikehidupan P. d. malayanus pada "Phytophagous Insects: Gallery of Plant-Feeding Insects of Indonesia" (klik di sini).

Dari berbagai pustaka yang ada, belakangan saya baru sadar bahwa P. d. malayanus bukanlah serangga asli Indonesia. Ia datang dari negeri jiran Malaysia. Pantesan tidak ada dalam buku Tjoa Tjien Mo (1956). Diperkirakan tahun 1960-an ia datang ke Sumatera. Hanya Sumatera !. Dan, tidak pulau lainnya. 

Adalah Shin-ichiro Kato, yang 20 tahun kemudian, menjumpai keberadaan kupu-kupu P. d. malayanus di Jawa. Tepatnya pada 14 September 1988 di Desa Gadog, Kecamatan Megamendung (Bogor). Tak banyak, hanya satu ekor.

Barulah sejak 1990, P. d. malayanus agak umum ditemukan di Jawa Barat. Dan, pada kurun waktu 1991-1994, mulai kerap dijumpai di banyak tempat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setidaknya itulah catatan pengamatan Kazuma Matsumoto yang kala itu datang ke Jawa. Ia adalah peneliti pada Forestry and Forest Products Research Institute, Tokyo.

Selang beberapa tahun kemudian, pulau lainnya juga diinvasi oleh P. d. malayanus. Bali (1991), Lombok (1991), Sumbawa (1989), Timor (1993), Kalimantan (1996), Papua (1997), Flores (1997), Alor (2007) (Gambar 5).

Peta jalur invasi kupu-kupu jeruk
Gambar 5. Peta jalur penyebaran P. d. malayanus dan P. d. demoleus di Indonesia (Data dari berbagai sumber)

Sepertinya P. d. demoleus tak mau kalah. Ia mengikuti jejak P. d. malayanus menginvasi bagian timur Indonesia (Gambar 5).  Dari Taiwan, P. d. demoleus merambah masuk ke Filipina pada tahun 1960-1970-an, dan selanjutnya ke Kalimantan (1983), Maluku (1988), Sulawesi Utara (2002), dan Sulawesi Selatan (2008).

Papilio demoleus menyukai habitat terbuka, termasuk wilayah pemukiman. Atas dasar itulah, diduga bahwa deforestasi yang terjadi selama tahun 1970-an di Sumatera telah memfasilitasi penyebaran P. d. malayanus ke Pulau Jawa, dan selanjutnya ke pulau lainnya. Begitu pula, deforestasi yang terjadi di Filipina telah memfasilitasi penyebaran P. d. demoleus ke Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi. 

Tak heran, bila di Kalimantan terdapat spesies campuran P. d. malayanus dan P. d. demoleus. Sementara di sebagian pulau di NTT, terdapat campuran P. d. malayanus dan spesies asli setempat P. d. sthenelinus.

Di Bogor sendiri, dari pengamatan sepintas dan terbatas, terdapat indikasi bahwa P. d. malayanus telah menggeser dominasi spesies lain. Dulunya, menurut Kalshoven (1951), yang umum dijumpai adalah  P. memnon, P. demolion, dan P. polytes

Setiap pagi (pk 10-11) saya kerap melihat kupu-kupu P. d. malayanus berterbangan di halaman rumah dan jalan kompleks. Tak hanya itu, cangkokan jeruk nipis, meski terlindung dibalik tembok setinggi 5 m, secara berkala diserang oleh ulat P. d. malayanus.  

Hampir setiap dua minggu, saya  "memanen" ulat P. d. malayanus dari cangkokan jeruk nipis. Jika tidak, tanaman bisa gundul dan mati.

Jumlah ulat yang terkumpul biasanya berkisar 3-5 ekor. Bahkan, pernah suatu saat, dari sekali "panen", saya berhasil mengumpulkan sebanyak 13 ekor ulat dari berbagai instar. Tampaknya itu hasil dari akumulasi peletakan telur selama seminggu.

Kemampuan P. d. malayanus menggeser spesies lain, tampaknya berkaitan dengan daya kolonisasinya. Bayangkan, bibit jeruk yang baru tumbuh setinggi 5 cm dengan dua helai daun sudah mampu dikolonisasi (baca: diserang) oleh P. d. malayanus (Gambar 6). 

Bibit terserang kupu-kupu jeruk
Gambar 6. Bibit jeruk setinggi 5 cm terserang instar awal ulat Papilio demoleus malayanus (Foto: Aunu Rauf)
Lebih dari sekadar pergeseran spesies, P. d. malayanus juga mampu memperluas penyebarannya ke luar Asia.  Tahun 2004 ditemukan di Christmas Islands dan Republik Dominika (Karibia), 2005 di Kepulauan Bismarck, 2015 di Kepulauan Solomon, 2016 di Portugal (Europa) dan Seychelles (Afrika), dan 2017 di Pulau Dauan, Selat Torres, Australia.

Penyebaran jarak jauh ke luar Asia diperkirakan berlangsung tak sengaja. Telur atau larva instar awal terbawa pada buah/bibit jeruk atau peralatan yang didatangkan dari wilayah terserang. 

Namun, mungkin juga sengaja. Dalam kasus Karibia, pesta perkawinan sering dimeriahkan dengan pelepasan kupu-kupu ke alam bebas. Sangat boleh jadi yang diimpornya adalah kepompong P. d. malayanus. Setidaknya itulah dugaan Wayne Wehling dari USDA. Entahlah.

Referensi

Eastwood R, Boyce SL, Farrell BD. 2006. The provenance of old world swallowtail butterflies, Papilio demoleus (Lepidoptera: Papilionidae), recently discovered in the new world. Ann Entomol Soc Am 99(1): 164-168.

Guerrero KA, Veloz D, Boyce SL. Farrell BD. 2004. First new world documentation of an old world citrus pest, the lime swallowtail Papilio demoleus (Lepidoptera: Papilionidae), in the Dominican Republic (Hispaniola). American Entomologist 50(4): 227-229.

Kalshoven LGE. 1951. De Plagen van de Cultuur-Gewassen in Indonesie. Deel II. Bandoeng: NV Uitgeverij W van Hoeve . S-Gravenhage.

Kato S-I. 1989. Notes on Papilio demoleus Linnaeus in Jawa. Tyo to Ga 40(3): 189-191.

Kolosova YS,  Bolotov IN. 2020. Recent invasion of the lime swallowtail Papilio demoleus (Lepidoptera: Papilionidae) in Seychelles. Ecologica Montenegrina 28: 31-39.

Lambkin TA. 2017. Papilio demoleus malayanus Wallace, 1865 (Lepidopera: Papilionidae) on Dauan Island, Torres Strait, Queensland and recent confirmation of P. d. sthenelinus Rothschild, 1895 in the Lesser Sunda Islands. Australian Entomologist 44(2): 65-74.

Matsumoto K. 2002. Papilio demoleus (Papilionidae) in Borneo and Bali. J Lep Soc 56(2): 108-111.

Matsumoto K, Nordjito AW.1996. Establishment of Papilio demoleus L. (Papilionidaew) in Java. J Lep Soc 50(2): 139-140. 

Matsumoto K, Noerdjito AW, Cholik E. 2012. Butterflies recently recorded from Lombok. Treubia 39: 27-40.

Moonen JJM. 1999. Papilio demoleus L. (Lepidoptera, Papilionidae) in West Irian. Trans. Lepid. Soc. Japan 50(2): 82-84.

Morgun DV, Wiemers. 2012. First record of the lime swallowtail Papilio demoleus Linnaeus, 1758 (Lepidoptera, Papilionidae) in Europe. J Res Lepid 45: 85-89.

Nielsen JE.2017. A tentative record of Papilio demoleus malayanus  Wallace, 1865 (Lepidoptera: Papilionidae) from the Solomon Islands. Australian Entomologist 44(2): 63-64.

Nielsen JE. 2017. Additional characters for separating adults of Papilio demoleus sthenelus WS MacLeay, 1826 (Lepidoptera: Papilionidae) from P. demoleus L. subspecies of biosecurity concern to Australia. Australian Entomologist 44(2): 75-84.

Peggie Dj, Rawlins A, Vane-Wright RI. 2005. An illustrated checklist of the papilionid butterflies (Lepidoptera: Papilionidae) of northern and central Maluku, Indonesia. Nachr. entomol. Ver. Apollo. N.F. 26(1/2): 41-60.

Riaz S, Johnson JB, Rasheed T, Wiemers M. 2020. Morphology, life cycle and management of two invasive subspecies of Papilio demoleus (Lepidoptera: Papilionidae): A Review. J Appl Entomol 00: 1-12

Tjoa Tjien Mo. 1956. Memberantas Hama-Hama Djeruk, Djakarta: Pusat Djawatan Pertanian Rakjat.

Vane-Wright RI, de Jong R. 2003. The butterflies of Sulawesi: annotated checklist for a critical Island fauna. Zool. Verh. Leiden 343: 3-267.

Untuk keperluan sitasi, silakan tulis:

Rauf A. 2024. Kupu-kupu Jeruk Papilio demoleus L. Bukan Serangga Asli Indonesia. https://www.serbaserbihama.com/2024/02/kupu-jeruk-papilio-demoleus-indonesia.html. Diakses tanggal (sebutkan). 



No comments: