Kumbang Anisodera pada tanaman pisang merupakan hama baru yang lama, sekaligus juga hama lama yang baru.
Kejadiannya sudah lama lewat, tahun 2009. Tapi, andai tak saya tulis, informasi ini akan hilang begitu saja. Melayang, terbuang sayang. Dan karenanya, untuk memublikasikannya, saya berpikiran tak perlu di jurnal. Apalagi yang terindeks Scopus, bayarnya mahal. Cukup di blog.
Penemuan hama ini bermula tatkala program IPM-CRSP/USAID melaksanakan kegiatan penerapan PHT di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Lokasi itu dipilih karena Kecamatan Cugenang merupakan sentra pertanaman pisang di Jawa Barat (Gambar 1).
Gambar 1.Kebun pisang yang diusahakan petani di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur (Foto: Aunu Rauf) |
Tempat tadi merupakan kebun pisang berteras yang terletak pada ketinggian kurang-lebih 900 m dpl, dan berbatasan dengan hutan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP). Tak heran, pemandangan alam di sekitarnya sangat memanjakan mata.
Semula, kegiatan penelitiannya sendiri yaitu tentang pengujian feromon bermerek dagang Cosmolure. Tujuannya untuk memantau populasi kumbang penggerek bonggol, Cosmopolites sordidus (Germ.) (Coleoptera: Curculionidae), yang merupakan salah satu hama penting pada tanaman pisang.
Feromon Cosmolure tadi diperoleh, melalui Dr. Muniappan/IPM-CRSP, dari Chem Tica Internasional SA (Costa Rica). Begitu pula perangkapnya (Gambar 2) diperoleh dari perusahaan yang sama.
Gambar 2. Pemasangan perangkap feromon di atas permukaan tanah (Foto: Aunu Rauf) |
Penelitian ini dikerjakan bersama kelompok tani setempat. Beberapa kolega dosen terlibat dalam supervisi lapangan. Sebut saja Pak Yayi dan Pak Ruly. Sesekali juga Pak Idham, Pak Pudji, dan Pak Ali.
Selama tiga bulan pemasangan, di kebun pisang yang kurang terawat di kampung Kabandungan, terperangkap sebanyak 9 ekor kumbang/perangkap/minggu. Sementara, di kebun pisang yang cukup terawat di kampung Selamuncang, terperangkap sebanyak 4 ekor kumbang/perangkap/minggu.
Hasilnya memang cukup menarik. Tapi, ada yang jauh lebih menarik dari itu !.
Selama kunjungan mingguan ke lokasi penelitian, setiap kali itu pula saya menyaksikan pohon pisang, yang dari kejauhan daunnya tampak bolong-bolong (Gambar 3). Sejujurnya, saya tak pernah melihat gejala semacam itu sebelumnya.
Gambar 3. Gejala bolong-bolong pada daun pisang yang dijumpai di Cugenang (Foto: Aunu Rauf) |
Sudah tentu, ini menggoda saya untuk mengamati perkembangan gejalanya, terutama pada saat daun masih muda atau saat pucuk.
Untuk maksud itu, dengan berjalan kaki saya menyusuri kebun pisang, menaiki dan menuruni tangga-tangga terasnya, dari satu sudut ke sudut yang lain. Dengan harapan mendapatkan variasi gejala serangan. Mulai dari pucuk yang baru muncul, pucuk yang baru mengembang, hingga pucuk yang daunnya sudah membuka.
Pada pucuk yang baru muncul, saya mendapati gejala kerusakan pucuk (Gambar 4), yang diyakini merupakan akibat dari aktivitas makan hama.
Gambar 4. Gejala kerusakan pada pucuk yang baru muncul (Foto: Aunu Rauf) |
Pada pucuk yang mulai mengembang, dijumpai gejala bolong-bolong yang beraturan letaknya (Gambar 5).
Gambar 5. Gejala kerusakan pada pucuk yang baru mengembang (Foto: Aunu Rauf) |
Lebih lanjut, pada pucuk yang telah membuka sempurna, terdapat bolong-bolong yang berderetan pada helaian daunnya (Gambar 6)
Gambar 6. Gejala kerusakan pada pucuk yang telah membuka lebar (Foto: Aunu Rauf) |
Dari pengamatan tadi, saya menduga bahwa gejala bolong-bolong itu timbul akibat adanya serangan hama yang menggerek pada pucuk termuda, sewaktu pucuk tadi masih tergulung di dalam batang semu.
"Namun, hama apa yang menyebabkannya ?", begitu pertanyaan yang melintas di kepala saya.
Lagi-lagi, untuk bisa menjawabnya, dengan keasyikan tersendiri saya berjalan kaki menyusuri kebun pisang berteras itu. Pohon pisang dengan gejala awal serangan, saya kelupas pelepahnya satu per satu, dimulai dari yang paling luar.
Beruntung, akhirnya saya menemukan larva kumbang yang hidup di antara pelepah daun pisang (Gambar 7).
Gambar 7. Larva Anisodera sp. yang ditemukan di antara pelepah daun pisang (Foto: Aunu Rauf) |
Gambar 8. Larva Anisodera sp. (Foto: Aunu Rauf) |
Pada batang pohon lainnya, saya menjumpai imagonya (kumbang) yang juga hidup di antara himpitan pelepah (Gambar 9).
Gambar 9. Dua ekor kumbang Anisodera sp. di sela-sela pelepah daun pisang. Yang tampak di foto adalah bagian abdomennya (Foto: Aunu Rauf) |
Gambar 10. Habitus kumbang Anisodera sp. (Foto: Aunu Rauf) |
Lantas, kumbang apakah itu ?.
Kumbang yang demikian hampir tak pernah disebut-sebut dalam kepustakaan hama pisang, termasuk juga dalam buku Kalshoven versi bahasa Inggris (1981). Untungnya saya punya versi bahasa Belandanya (1951), yang dibeli 2.5 tahun yang lalu (klik di sini). Versi yang berbahasa Belanda itu lebih lengkap dan terdiri dari dua jilid.
Di dalamnya, meski sedikit, ada disinggung tentang suatu kumbang dari famili Hispidae (sekarang subfamili Hispinae dari famili Chrysomelidae) yang kerap berasosiasi dengan tanaman Musaceae. Namanya Anisodera.
Informasi yang agak lebih rinci saya temukan pada artikel lawas berjudul "An analysis of ethological, ecological, and taxonomic data on oriental Hispinae (Coleoptera, Chrysomelidae)". Artikel itu terbit pada jurnal Tijdschrift voor Entomologie Tahun 1957. Penulisnya, juga, Dr. LGE Kalshoven.
Dalam artikel itu disebutkan bahwa kumbang Anisodera biasanya menyerang tumbuhan dari famili Zingiberaceae dan Musaceae. Larvanya menggerek ke dalam pucuk yang belum membuka di dalam batang semu. Bila pucuk ini mengembang maka akan tampak gejala bolong-bolong beraturan.
Ditambahkannya bahwa ada tiga species kumbang Anisodera yang menyerang pisang. Pertama, Anisodera elongata yang menyerang pisang budidaya dan pisang liar di Sumatera. Dua lainnya, yaitu Anisodera gracilis dan Anisodera humilis menyerang pisang budidaya dan pisang liar serta pacing tawar, Costus speciosus (Zingiberaceae), di Jawa.
Sebelum temuan di Cugenang. Pada tahun 2006 Pak Dwinardi Apriyanto dari Universitas Bengkulu bersama Pak Ishak Manti dari BPTP Sukarami, melaporkan adanya hama baru yang menyerang pucuk pisang di Bengkulu. Menurut keduanya, hama tersebut belum diketahui identitasnya, kecuali bahwa itu adalah kumbang dari subfamili Hispinae.
"Sangat boleh jadi, itu juga kumbang Anisodera", begitu gumam saya sendirian.
Dari bacaan Kalshoven (1957), didukung oleh pengamatan lapangan di Cugenang, tampaknya serangan berat kumbang Anisodera umumnya terjadi pada kebun pisang yang dibudidayakan tak jauh dari hutan.
Kuat dugaan, kumbang yang hidup pada berbagai pisang liar dan jahe-jahean liar di hutan dengan mudah berpindah ke kebun pisang sebagai habitat barunya.
Apriyanto D, Manti I. 2006. Kumbang pupus pisang: Hama baru ?. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 12(2): 83-91.
Kalshoven LGE. 1951. De Plagen van de Cultuur-Gewassen in Indonesie. Deel II. Bandoeng: NV Uitgeverij W van Hoeve . S-Gravenhage.
Kalshoven LGE. 1957. An analysis of ethological, ecological, and taxonomic data on oriental Hispinae (Coleoptera, Chrysomelidae). Tijdschrift voor Entomologie 100(1): 5-24.
Uhmann E. 1935. Hispinen aus Java und Sumatra, hauptsachlich geammelt von herrn F.C. Drescher. Treubia 15(2): 141-150.
Rauf A. 2025. Kebun pisang dekat hutan berisiko terserang kumbang Anisodera. https://www.serbaserbihama.com/2025/01/kumbang-penggerek-pucuk-daun-pisang-anisodera.html. Diakses tanggal (Sebutkan).
No comments:
Post a Comment